Tuesday, 22 December 2015

Standar-Standar NCTM dan Filosofi Matematika

Standar-Standar NCTM dan Filosofi Matematika
Charalampos Toumasis

Tujuan dari artikel Toumasis ini adalah untuk mencari tahu mendasar kemana standar-standar NCTM dan pedagogi matematika jika ditinjau dari 2 filosofi dikotomi yaitu Absolutis dan Fallibilis.
a.       Filosofi Absolutis
Filosofi ini berpandangan bahwa:
·         Kebenaran matematika itu mutlak.
·         Asal usul perkembangan matematika bersumber pada penalaran deduktif, meliputi logika deduktif, definisi dan aksioma-aksioma.
·         Kebenaran dan bukti matematika didasarkan pada pengetahuan apriori yang mendasarkan pada nalar tanpa mengamati dunia.
b.      Filosofi Fallibilis
Filosofi ini berpandangan bahwa:
·         Fallibilis memandang kebenaran matematika  bias keliru dan tidak mutlak.
·         Pengetahuan matematika dapat diperbaiki atau menerima revisi.
·         Pengetahuan matematika tidak apriori tapi menyerupai pengetahuan empiris, yaitu quasi empiris (Lakatos, 1978).
·         Bukti bukan prasyarat dalam penemuan.
·         Pengetahuan matematika tidak hanya berasal dari deduktif, namun berasal dari hipotesis-hipotesis, spekulasi-spekulasi, bahkan tebakan.
·         Aliran baru dalam filosofi matematika mengusulkan pandangan quasi empiris matematika dimana pemecahan masalah dan aktivitas manusia sebagai pusatnya.





Dua Model pendidikan Matematika Dalam Kaitannya dengan Dua Filosofi Matematika yang Dikotomi.

Aspek
Absolutis
Fallibilis




Teori Pembelajaran
1.      Belajar dikaitkan dengan transmisi pengetahuan dan keterampilan serta diperoleh melalui kerja keras dan praktek.
1.      Pengetahuan matematika harus dibuat lagi dipikiran setiap anak, untuk merespon keaktifan mereka dalam mencari pemahaman.
2.      Belajar berdasarkan usaha individu, ketekunan, drill, disiplin diri dan pengorbanan.
2.      Belajar dengan investigasi, discovery, diskusi, bermain, kerja kelompokdan eksplorasi.
3.      Kesalahan dalam matematika dihukum sebagai kegagalan dalam menguasai konsep dan keterampilan matematika.
3.      Kesalahan memainkan peran penting dalam membangun pengetahuan matematika, karena akan menuntun konflik yang dibutuhkan untuk perkembangan konsepsi baru dan pemikiran yang kritis.






Teori Pengajaran
1.      Guru mengajar pengetahuan matematika sebagai suatu rangkaian konsep, teoreme-teorema, pembuktian untuk dipelajari dan dipahami.
1.      Guru mengajar anak dengan memberi dorongan, fasilitas dan pengaturan situasi yang terstruktur untuk mengeksplor pengetahuan anak.
2.      Peran guru sebagai penceramah dan penjelas yang bersumber pada buku pelajaran.
2.      Peran guru sebagai pengelola sumber belajar dan fasilitator.
3.      Guru sebagai sumber pengetahuan yang mentransfer ilmu atau pengetahuan ke anak seefektif mungkin.
3.      Guru memainkan peran sebagai penasihat dan pengadil dalam diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
4.      Guru menekankan pada kemampuan praktek dan kerja keras melalui latihan-latihan dan drill.
4.      Guru menciptakan lingkungan belajar yang aktif dengan pertanyaan dan diskusi.

Standar NCTM menjelaskan visi untuk matematika sekolah yang didasarkan pada asumsi-asumsi berikut:
1.      Pengajaran tradisional yang mengabaikan fakta bahwa pengetahuan muncul dari masalah-masalah itu perlu diperbaiki, yaitu bahwa pengetahuan sering muncul melalui pengalaman dari permasalahan. Di sini siswa dapat memahami perlunya konsep dasar yang kuat untuk membangun pengetahuan mereka dilain waktu.
2.      Anak-anak adalah individu yang aktif membangun, memodifikasi dan mengintegrasi ide-ide dengan interaksi melalui dunia fisik, materi dan anak-anak lain.terlihat jelas bahwa belajar matematika harus menjadi proses yang aktif.
Artikel ini menerima konstruktivisme sebagai teori pengatahuan matematika yang didasarkan pada sejarah dan aspek empiris matematika. Ide inti teori ini adalah bahwa perkembangan pengetahuan individu didasarkan pada interaksi dengan orang lain dan dunia. Teori ini sesuai dengan teori konstruktivisme dari Vygotsky. As Rusto menunjukkan bahwa pengetahuan matematika , seperti semua pengetahuan yang merupakan pengalaman orang dalam interaksinya dengan lingkungan, budaya dan sejarah.
Menurut Toumasis, sebaiknya mengajarkan matematika di kelas disesuaikan dengan metode “proff and refutation” dari Lakatos, menunjukkan kepada siswa kesulitan, kesalahan, tebakan, kegagalan, halangan yang kemudian masuk kepenciptaan dan pencapaian bentuk yang sekarang. Matematika harus diajarkan dan dipelajari sebagai konstruksi progresif untuk menghadapi masalah-masalah praktis dan teoritis.
Oleh karena itu, gambaran ini menunjukkan penolakan terhadap matematika apriori dan mengadopsi matematika empiris yang beranggapan bahwa pengetahuan matematika dapat keliru, dapat direvisi dan berkembang. Hal ini tentu saja merupakan pandangan utama dari filosofi fallibilis.
3.      Problem solving harus menjadi fokus utama dalam kurikulum matematika.
4.      Mengidentifikasi pola merupakan strategi pemecahan masalah yang kuat. Siswa didorong untuk memvalidasi dugaannya dengan membangun argumen pendukung.
5.      Penalaran induktif dan deduktif diperlukan setiap individu dalam bidang matematika.
6.      Standar ini mengusulkan bahwa pengorganisasian fakta geometri dari penalaran deduktif sebaiknya dikurangi, sedangkan penalaran induktif dan deduktif harus diperkuat.
7.      Standar ini tidak mendukung studi formal kalkulus di SMP dan SMA untuk semua siswa, bahkan mahasiswa yang tertarik pada kalkulus.
Pada tahun 1980, NCTM dalam “Agenda for Action” merekomendasikan bahwa problem solving menjadi fokus matematika sekolah ditahun 1980-an. Menurut Polya, jika belajar matematika ada hubungannya dengan penemuan matematika, siswa harus diberikan beberapa kesempatan untuk melakukan masalah di mana ia pertama kali menebak dan kemudian membuktikan beberapa fakta matematika pada tingkat yang sesuai. Pandanga Polya ini sejalan dengan Karl Popper, yang berpendapat bahwa perkembangan pengetahuan ilmiah dimulai dengan masalah kemudian mengikuti solusi tentatif, dugaan, kritik dan koreksi kesalahan.
Menurut Popper, Polya dan Lakatos, proses penemuan matematika tidak mengikuti prosedur-prosedur dari aksiomatik atau deduksi. Sebaliknya, pendekatan deduktif digunakan untuk menunjukkan kebenaran dari teorema tertentu setelah melalui latihan kreativitas, intuisi matematika, dan penalaran induktif.
8.      Standar kurikulum menyajikan tampilan lingkungan kelas yang dinamis. Siswa harus aktif melakukan aktivitas matematika.
9.      Pendekatan instruksi berimplikasi pada peran guru. Guru harus mengapresiasi saran dari siswa dan mengevaluasinya. Guru sebagai fasilitaor, mediator, evaluator bukan otoritator.
10.  Pentingnya belajar aktif oleh anak-anak memiliki pengaruh yang banyak bagi pendidikan matematika. Guru perlu menciptakan lingkungan yang mendorong anak untuk mengeksplor, mengembangkan, menguji, diskusi dan menerapkan ide-ide.

Berdasarkan penjelasan di atas, Toumasis menyimpulkan bahwa standar NCTM dan pedagogi matematika lebih mengacu atau mendasar kepada filosofi Fallibilis.

Friday, 6 November 2015

TEORI BELAJAR BEHAVIOR



1.       Pengertian Behavior
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma Stimulus-Respon, yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Ivan Pavlov, serta Teori Connectionism dari Edward Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbantuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respon (R).
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
a.       Definisi Teori Belajar Menurut Thordike
Teori belajar Thorndike dikenal dengan “Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu.
b.      Eksperimen – Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan ( daging ) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang ingin mencari makanan di luar box  tersebut.
Thordike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi ( human ).
c.       Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike
Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1.      Ada motif pendorong aktivitas
2.      Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3.      Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4.      Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
d.      Hukum –Hukum Teori Belajar Thorndike
Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum berikut:
Hukum kesiapan
Yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Hukum latihan
Yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih(digunakan) maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Hukum Akibat
Yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
e.       Penerapan Teori Belajar Thorndike
·         Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
·         Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
·         Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
·         Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
·         Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
·         Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
·         Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
·         Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.
f.       Kelebihan Teori Belajar Thorndike
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
a.       Teori belajar Pavlov (Conditioning theory)
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
b.      Eksperimen – Eksperimen Pavlov
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing, sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
c.       Hukum-hukum belajar Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1).  Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2). Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
d.      Aplikasi teori Pavlov
Aplikasi teori Pavlov terhadap pembelajaran siswa yaitu : mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mementingkan peranan reaksi, mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon, mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya, mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan, hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
e.       Kekurangan
Proses pembelajaran sangat tidak menyenangkan bagi siswa karena guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, Perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif. Guru tidak memperhatikan individual-differences.
f.       Kelebihan
Cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk- bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
4.       Teori Belajar B.F Skinner dan Aplikasinya
a.       Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan B.F Skinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.
b.      Kajian Umum Teori B.F Skinner
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1.      Belajar itu adalah tingkah laku.
2.      Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
3.      Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
4.      Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
 Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
-   Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
-     Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf).
c.       Prinsip Belajar Teori Belajar Skinner
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
-      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
-      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
-      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
-      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
-      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
-      Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya
-      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
d.      Hukum-Hukum Teori Belajar Skinner
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.      Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.



e.       Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
-      Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
-      Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
-      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
-      Materi pelajaran digunakan sistem modul.
-      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
-      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
-      Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
-      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
-      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
-      Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
-      Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
-      Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
-      Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
-      Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
-      Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
f.       Analisis Perilaku Terapan Dalam Pendidikan
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu

1.  Meningkatkan perilaku yang diinginkan.
2.  Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping).
3.  Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
g.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.


Referensi :
Slavin, Robert E. 2006. Education Psychology: theory and practice.USA.:Pearson.
http://catatantanti.blogspot.co.id/2012/08/teori-belajar-thorndike-pavlop-dan.html