Pendekatan
Mekanistik
Sebelum
mengetahui apa itu hakikat matematika berdasarkan pendekatan mekanistik ada
baiknya kita mengetahui hal berikut ini terlebih dahulu. Matematising
digambarkan sebagai kegiatan mengorganisasi dan menstruktur yang memperoleh pengetahuan
dan kemampuan untuk menemukan apa yang masih belum diketahui secara beraturan,
hubungan, dan struktur. Kami membedakan matematisasi horizontal dan vertikal
untuk mencatat dari perbedaan antara mentranformasi masalah-masalah ke dalam
bentuk masalah matematika pada suatu sisi dan memproses dalam sistem matematika
pada sisi lainnya. Di dalam komponen horizontal arah jalan matematika dibuka
melalui bentuk model, bentuk bagan dan simbol-simbol. Bentuk vertikal terkait dengan proses secara
matematis dan meningkatkan level untuk menstruktur masalah-masalah dalam
pembahasannya. Di dalam matematisasi horizontal, siswa datang dengan alat-alat
matematika yang dapat menolong mereka untuk mengorganisasi dan memecahkan
masalah ke dalam situasi kehidupan nyata. Sedangkan matematisasi vertikal
adalah proses mengorganisasi kembali kedalam sistem matematika itu sendiri,
misalnya, menemukan cara singkat dan menemukan hubungan antara konsep dan
strategi dan mengaplikasikan penemuan tersebut. Matematisasi horizontal melibatkan
masalah dunia nyata ke bentuk dunia simbol-simbol, sedangkan matematisasi
vertikal berarti bergerak di dalam dunia symbol (Hans Freudenthal, 2002:41).
Hakikat Matematika menurut
Pendekatan Mekanistik
Matematising
dengan aspek horizontal dan vertikal dibentuk berdasarkan 4 tren sebagai
berikut :
Kerangka
untuk teori instruksi
|
Matematising
|
|
|
Horizontal
|
Vertikal
|
Realistik
|
+
|
+
|
Strukturalis
|
-
|
+
|
Empiristik
|
+
|
-
|
Mekanistik
|
-
|
-
|
Pada
kerangka tersebut terlihat bahwa pendekatan mekanistik dicirikan sebagai
kelemahan dari kedua komponen horizontal dan vertikal : tidak ada kejadian
nyata sebagai sumber, sedikit memberikan perhatian pada aplikasi, lebih
menekankan pada pengaburan atau penyamaran ingatan dan mengotomatiskan pada
fakta dan aksi bilangan, tidak menggunakan secara mendalam pada operasi dari
sistem formal. Bentuk lunak dari pendekatan ini adalah didasarkan pada teori
belajar Gagne, tapi bentuk lebih kerasnya cenderung pada prinsip behavioristik
(Adrian Treffers, 1987:251).
Menurut
filosofi mekanistik manusia adalah komputer -seperti instrumen, yang dapat
diprogram dengan latihan untuk melakukan sesuatu, pada tingkat terendah,
aritmatika dan aljabar, bahkan mungkin operasi geometris, dan untuk memecahkan
masalah terapan, dibedakan oleh pola yang dikenali dan diproses secara
berulang. Ini, kemudian, adalah tingkat terendah, di mana manusia ditempatkan
dalam hirarki komputer yang lebih terampil, yang terkait satu sama lain seperti
programmer dan subjek program. Skinner dengan penuh ancaman memperbanyak jenis
masyarakat seperti itu. Harapan baru kini telah dibuka untuk ideologi ini
dengan instruksi/pembelajaran yang dikendalikan oleh komputer. Namun demikian,
alasan yang baik untuk meminta pendukungnya mengapa orang harus dididik untuk
melakukan tugas-tugas pada tingkat di mana, pada banyak kepentingan, komputer
lebih cepat, lebih murah, dan lebih handal daripada manusia (Hans Freudenthal,
2002:134).
Pembelajaran matematika berdasarkan
pendekatan mekanistik
1.
Bentuk lunak dari pendekatan ini adalah didasarkan
pada teori belajar Gagne, tapi bentuk lebih kerasnya cenderung pada prinsip
behavioristik. Dimana pembelajarannya menurut
teori Behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Dan menurut teori belajar
Gagne kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar.
Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada
puncak membentuk suatu piramida. Misalanya seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
2. Dalam
praktik instruksional pendekatan mekanistik menggunakan “menentukan instruksi
secara individu”, yang dilatih pada perhitungan formal tersendiri. Hal ini
sepadan dengan pernyataan Freudental (2002 : 134), yaitu pada pendekatan
mekanistik lebih cenderung pada pembelajaran secara mandiri (didactically)
dimana sikap didaktik tidak disesuaikan/dicocokan dengan rekan kerja
matematisnya. Yang artinya pada siswa
yang memiliki kemampuan rendah perlunya diajarkan secara lebih dan khusus.
3. Materi
pelajaran diberikan/diajarkan secara atomized
(sedikit demi sedikit) pada siswa-siswa yang menguasai tujuan instruksional
pada tingkat rendah sesuai dengan tenaga/kemampuan yang mereka miliki. Metode
ini biasanya disebut dengan “mastery learning”.
No comments:
Post a Comment