Monday, 12 October 2015

pendekatan mekanistik dalam pembelajaran matematika

Pendekatan Mekanistik
Sebelum mengetahui apa itu hakikat matematika berdasarkan pendekatan mekanistik ada baiknya kita mengetahui hal berikut ini terlebih dahulu. Matematising digambarkan sebagai kegiatan mengorganisasi dan menstruktur yang memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk menemukan apa yang masih belum diketahui secara beraturan, hubungan, dan struktur. Kami membedakan matematisasi horizontal dan vertikal untuk mencatat dari perbedaan antara mentranformasi masalah-masalah ke dalam bentuk masalah matematika pada suatu sisi dan memproses dalam sistem matematika pada sisi lainnya. Di dalam komponen horizontal arah jalan matematika dibuka melalui bentuk model, bentuk bagan dan simbol-simbol.  Bentuk vertikal terkait dengan proses secara matematis dan meningkatkan level untuk menstruktur masalah-masalah dalam pembahasannya. Di dalam matematisasi horizontal, siswa datang dengan alat-alat matematika yang dapat menolong mereka untuk mengorganisasi dan memecahkan masalah ke dalam situasi kehidupan nyata. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses mengorganisasi kembali kedalam sistem matematika itu sendiri, misalnya, menemukan cara singkat dan menemukan hubungan antara konsep dan strategi dan mengaplikasikan penemuan tersebut. Matematisasi horizontal melibatkan masalah dunia nyata ke bentuk dunia simbol-simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia symbol (Hans Freudenthal, 2002:41).
Hakikat Matematika menurut Pendekatan Mekanistik
Matematising dengan aspek horizontal dan vertikal dibentuk berdasarkan 4 tren sebagai berikut :
Kerangka untuk teori instruksi

Matematising

Horizontal
Vertikal
Realistik
+
+
Strukturalis
-
+
Empiristik
+
-
Mekanistik
-
-
Pada kerangka tersebut terlihat bahwa pendekatan mekanistik dicirikan sebagai kelemahan dari kedua komponen horizontal dan vertikal : tidak ada kejadian nyata sebagai sumber, sedikit memberikan perhatian pada aplikasi, lebih menekankan pada pengaburan atau penyamaran ingatan dan mengotomatiskan pada fakta dan aksi bilangan, tidak menggunakan secara mendalam pada operasi dari sistem formal. Bentuk lunak dari pendekatan ini adalah didasarkan pada teori belajar Gagne, tapi bentuk lebih kerasnya cenderung pada prinsip behavioristik (Adrian Treffers, 1987:251).
Menurut filosofi mekanistik manusia adalah komputer -seperti instrumen, yang dapat diprogram dengan latihan untuk melakukan sesuatu, pada tingkat terendah, aritmatika dan aljabar, bahkan mungkin operasi geometris, dan untuk memecahkan masalah terapan, dibedakan oleh pola yang dikenali dan diproses secara berulang. Ini, kemudian, adalah tingkat terendah, di mana manusia ditempatkan dalam hirarki komputer yang lebih terampil, yang terkait satu sama lain seperti programmer dan subjek program. Skinner dengan penuh ancaman memperbanyak jenis masyarakat seperti itu. Harapan baru kini telah dibuka untuk ideologi ini dengan instruksi/pembelajaran yang dikendalikan oleh komputer. Namun demikian, alasan yang baik untuk meminta pendukungnya mengapa orang harus dididik untuk melakukan tugas-tugas pada tingkat di mana, pada banyak kepentingan, komputer lebih cepat, lebih murah, dan lebih handal daripada manusia (Hans Freudenthal, 2002:134).
Pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan mekanistik
1.      Bentuk lunak dari pendekatan ini adalah didasarkan pada teori belajar Gagne, tapi bentuk lebih kerasnya cenderung pada prinsip behavioristik. Dimana pembelajarannya menurut  teori Behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Dan menurut teori belajar Gagne kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada puncak membentuk suatu piramida. Misalanya seseorang tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b.
2.      Dalam praktik instruksional pendekatan mekanistik menggunakan “menentukan instruksi secara individu”, yang dilatih pada perhitungan formal tersendiri. Hal ini sepadan dengan pernyataan Freudental (2002 : 134), yaitu pada pendekatan mekanistik lebih cenderung pada pembelajaran secara mandiri (didactically) dimana sikap didaktik tidak disesuaikan/dicocokan dengan rekan kerja matematisnya. Yang artinya pada  siswa yang memiliki kemampuan rendah perlunya diajarkan secara lebih dan khusus.
3.      Materi pelajaran diberikan/diajarkan secara atomized (sedikit demi sedikit) pada siswa-siswa yang menguasai tujuan instruksional pada tingkat rendah sesuai dengan tenaga/kemampuan yang mereka miliki. Metode ini biasanya disebut dengan “mastery learning”.


No comments:

Post a Comment