Wednesday, 14 October 2015

Islam dan Budaya

A.    Islam dan budaya
Secara etimologi Islam berasal dari bahasa Arab bentuk mashdar dari kata “aslama-yuslimu-Islaaman”. Yang berarti menyerah penuh, yakni kepada petunjuk dan peraturan Allah. Orang yang bersifat atau melakukan penyerahan ini dinamakan Muslim.
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk semua makhluk. Sehingga Islam merupakan pembentuk jati diri orang Jawa. Ajaran dan kebudayaan jawa mengalir sangat deras dari kebudayaan Arab dan Timur Tengah yang memberi warna kepada kebudayaan jawa. Agama Islam disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW mulanya pada kalangan terbatas yakni kalangan keluarga dan sahabatnya terdekatnya.
Semua agama di dunia ini, beraneka ragam dan berbeda asal-usul serta sejarahnya. Di tinjau dari sumbernya dapat di kategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, agama alamiyah (yang dalam kepustakaan barat disebut “natural religion”) adalah agama ciptaan manusia. Dinamakan pula agama filsafat, agama bumi, din al-ardh, agama budaya.  Kedua, agama samawiyah yakni agama yang di turunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Disebut pula agama wahyu atau agama langit. Dan agama Islam termasuk dalam agama samawi.
Sedangkan kebudayan menurut beberapa ahli  diantaranya J. Verkuyl dan koentjaraningrat memiliki definisi tersendiri mengenai kebudayaan. J. Verkuyl menulis bahwa kata budaya itu di pakai itu dipakai kira-kira pada tahun 1930 dan dengan cepat merebut tempat yang tetap dalam perbendaharaan bahasa Indonesia. Menurut  J. Verkuyl mengatakan bahwa kata budaya itu berasal dari bahasa Sanskerta budaya, yakni bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal. Perkataan kebudayaan menyatakan segala sesuatu yang di ciptakan oleh budi manusia.
Koentjaraningrat mempunyai pandangan yang serupa bahwa kata kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sanskerta budhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian , kebudayaan dapat di artikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
senada dengan kedua pendapat diatas, P. J. Zoetmulder mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah suatu perkembangan dari kata majemuk “budi-daya” yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal. Kata budi dan daya dalam bahasa jawa mempunyai pengertian akal dalam arti batin untuk menimbang mana yang baik dan buruk, benar dan salah, dalam bahasa jawa  timbang ing batin.
Jadi kebudayaan adalah khas manusia, bukan ciptaan binatang ataupun tanaman yang tidak mempunyai akal budi. Manusia dengan akal budinya mampu menciptakan kebudayaan. Manusia dengan akal budinya mampu mengubah natur menjadi kultur, manusia tidak menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup alamiyahnya, akan tetapi manusia justru mengutik-utik alam itu sehingga terciptalah apa yang dinamakan kebudayaan itu.

B.     Islam, kebudayaan
Kebudayaan-kebudayaan agama pada umumnya didasarkan pada interpretasi rohaniah terhadap berbagai warna kegiatan sosial. misalnya saja hari raya dan peringatan-peringatan, mengambil corak rohaniah murni. Demikian pula halnya semua prinsip pemerintahan, politik, moral, dan pengetahuan, makna dan filsafatnya didasarkan pada interpretasi keagamaan. Jadi disini kita akan dihadapkan pada berbagai kebudayaan Islam yang diwarnai dengan berbagai warna lokal yang kadang malah mendominasinya, sehingga kita menjadi berada di pola kebudayaan yang berbeda dan beraneka. Sebaliknya, kita berada dihadapan sebuah kebudayaan yang padu, yang mempunyai bentuk intuitif yang sama dan visi historis yang khusus.
Persoalan hubungan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan-kebudayaan local merupakan masalah yang begitu kompleks. Pernyataan tentang peranan kebersamaan yang demikian itu di ragukan oleh sebagian para peneliti. Sebab betapapun seluruh kaum muslimin, dari mana pun asal mereka, seiring dalam aqidah dan ibadah mereka yang esensial, namun aqidah itu sendiri telah terpengaruhi oleh budaya local. Hal ini karena Islam baru mewarnai kelompok-kelompok ini dengan corak kebudayaan umum bersama, tapi tidak sampai membuat kelompok-kelompok itu kehilangan warna khusus perasaan mereka yang berkenaan dengan mistisme dan magis yang mereka geluti dalam kehidupan pribadi mereka.
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Dalam bukunya Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Gazalba berpendapat bahwa agama Islam dan kebudayaan itu setingkat, dan masing-masing merupakan bagian dari Islam.
Ada beberapa hal yang perlu di diskusikan dari pemikiran-pemikiran Gazalba, menurut Gazalba Islam itu mempunyai dua bagian, masing-masing agama (Islam) dan kebudayaan (Islam) yang keduanya setingkat. Agama Islam mengenai akhirat (logikanya, agama islam belum berlaku dalam kehidupan dunia sekarang ini). Sedangkan kebudaya Islam mengenai kehidupan dunia sekarang.
Menurut Faisal Ismail, Islam mengajarkan masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan akhirat, karena Islam memang diturunkan untuk mengatur, melestarikan dan membahagiakan kehidupan dunia dan akhirat. Tetapi jika di dalam Islam terdapat ajaran-ajaran yang menyangkut kehidupan dunia, apakah lantas ajaran-ajaran itu sendiri dinamakan kebudayaan Islam?
Islam sebagai keutuhan dan kebulatan ajaran yang meliputi masalah-masalah kehidupan dunia dan akhirat, bukan kebudayaan yang menyangkut kehidupan dunia. Dengan demikian jelaslah pemikiran Gazalba harus di tolak dan tidak dibenarkan. Karena jelas tidak ada bagian-bagian kebudayaan Islam di dalan din Islam. Dengan kata lain kebudayaan Islam sebagai produk orang Islam, bukan bagian dari  din Islam.
Sebagai umat Islam yang taat kita punya keyakinan bahwa Islam itu bukan kebudayaan tetapi para orientalis barat menganggap bahwa agama Islam adalah kebudayaan, mereka beralasan bahwa agama Islam ini merupakan hasil kreasi dari Muhammad Bin Abdullah yang merasa jenuh terhadap keadaan spiritual masyarakat Mekah pada waktu itu.
Islam bukanlah kebudayaan, karena dalam Islam khususnya dari segi ibadah ritual kita kepada sang Khalik ini merupakan perintah langsung dari Allah SWT yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dalam Islam ada kebudayaan-kebudayaan.
Namun kalau kita mengkaji dari pengertian di atas dan atas keyakinan kita bahwa jelas Islam bukan kebudayaan. Seperti contoh dalam bentuk Masjid dan Shalawat yang sering dinyanyikan, ini merupakan hasil dari kreasi umat islam karena dalam Al Qur’an maupun sunnah Nabi tidak menyebutkan bentuk masjid dan cara bersholawat itu seperti apa. Tapi sejatinya kebudayaan yang di maksud ini tidak beretentangan dengan syariat yang dibawa oleh Islam. Kalau sudah bertentangan ataupun namanya dan apapun alasannya ini sudah merupakan bentuk pemurtadan.

C.     Kebudayaan Jawa
Kebudayaan Jawa telah tua umurnya, sepanjang orang Jawa ada. Sejak saat itu pula orang Jawa memiliki citra progresif. Orang jawa dengan gigih mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa adalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan hidup lahir batin.
mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa adala pancaran atau pengejawentahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.
Kebudayaan jawa telah ada sejak jaman pra sejarah. Istilah prasejarah memang cukup membingungkan. Karena era prasejarah itu pula sebenarnya bersejarah. Jadi, prasejarah sekedar member limit, pada saat mana orang Jawa secara sadar berbudaya dan tak sadar berbudaya. Kesadaran memang modal budaya. Namun, seringkali juga terjadi ketaksadaran manusia yang memunculkan budaya pula. Ketaksadaran budaya bisa berasal dari pengaruh budaya lain yang serta merta, budaya lain ang amat halus dan sublime, boleh jadi memoles budaya jawa.
Untuk menentukan mana budaya Jawa asli dan tidak memang membutuhkan pengkajian mendalam. Namun, setidaknya dapat diduga, asalkan budaya itu di ciptakan oleh nenek moyang Jawa, yang belum terpengaruhi budaya lain (budaya jawa asli). Budaya Jawa asli agaknya produk dari orang Jawa purba. Karena orang purba relative masih sulit terpengatuh budaya lain. Orang Jawa purba pula yang menjadi pelopor budaya Jawa asli.

Fase pertumbuhan kebudayaan Jawa
Kebudayaan Jawa baru di ketahui secara konkrit dari sumber bersejarah setelah kedatangan Aji Saka. Ini pun sebenarnya masih simpang siur karena di temukan berbagai versi yang terkesan hanya sebagai mitos yang agaknya bukan sebagai peristiwa sejarah. Keseragaman, dalam artian para ahli sejarah sepakat untuk mengatakan sebagai peristiwa sejarah, baru terjadi ratusan tahun setelah masehi. Lebih tepatnya setelah di temukan sumber-sumber yang memang di sepakati sebagai sumber sejarah, seperti tulisan pada batu dan potongan kayu (prasasti) dan juga laporan-laporan dari Cina mulai abad 7 M. peninggalan itu lah yang dapat memberi informasi dan kejelasan sebagai bukti terjadinya suatu peristiwa di suatu wilayah.
Dalam kaitannya dengan system teologi, karakteristik budaya Jawa perkembang melalui beberapa fase sebagai berikut:
a.       Kebudayaan Jawa pra Hindu-Budha
Dalam hal ini beberapa sumber menyebutkan bahwa masyarakat Jawa sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha telah menjadi masyarakat yang terusun secara teratur, sederhana, dan bersahaja. Ebagai mayarakat yang sederhana, system religi yang di anut adalah animism dan dinamisme dimana ia menjadi inti kebudayaan mayarakat jawa yag mewarnai seluruh aktfitas kehidupannya.
Cara berfikira masyarakat aat itu masih kompleks, yaitu bersifat menyeluruh dan emosional. Mereka di kuasa oleh perasaan yang sangat lekat dengan pengaruh agama dan kepercayaan kepada roh-roh serta tenaga-tenaga gaib yang meliputi seluruh aktifitas kehidupan. Oleh Karena itu, pikiran dan perilaku keseharian senantiasa tertuju pada suatu maksud bagaimana mendapatkan bantuan dari roh-roh yang baik dan terhindar dari pengaruh roh-roh yang jahat.
b.      Kebudayaan Jawa masa Hindu-Budha
Penyerapan kebudayaan Hindu-Budha dari India membawa penduduk Jawa semakin masuk ke dalam kebudayaan India. Tercatat di Sumatra selatan kerajaan Sriwijayamenganut ajaran Budhisme Hinayana dan mencapai puncak kejayaan pada abad ke 7 M. satu abad kemudian terlihaat perubahan-perubahan besar dalam struktur politik kepulauan Nusantara yang menurut Legge dan Leur di sebabkan oleh hubungan religious dan perdagangan. Diantara pangeran-pangeran muncul raja yang kuat yang dapat memperluas kedaulatannya sampai Sanjaya, raja Mataram, Yogyakarta.
c.       Kebudayaan Jawa masa Islam
Ketika Islam masuk, di tangan para cendekiawan jawayang terlibat dalam lingkaran kekuasaan, Islam di modifiasi dengan keyakinan yang telah mapan sebelumnya. Animisme, Dinamisme dan Hindu-Budha. Memang sejak Islam menguasai tanah jawaia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari para cendekiawan dan ningrat dalam segala aspek. Bagi cendekiawan, Islam dengan konsep ajarannya yang lebih lengkapdan rinci menjadi sumber inspirasi dalam karya-karyanya, sedangkan bagi para pengusaha, dari pangeran di daerah pinggiran sampai raja di pusat kekuasaan, Islam tampaknya member angin segar untuk teru berkuasa bahkan juga unutk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar.

D.    Hubungan antara Islam dan budaya Jawa
Salah satu  sifat dari masyarakat Jawa adalah bahwa mereka religius dan bertuhan. Sebelum agama-agama besar datang ke Indonesia, khususnya Jawa, mereka sudah mempunyai kepercayaan adanya Tuhan yang melindungi dan mengayomi mereka. Dan, keberagamaan ini semakin berkualitas denga masuknya agama-agama besar Hindu, Budha, Islam, Katolik, dan Protestan ke jawa.
Hubungan Islam dan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai kedua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan, yang secara bersama-sama menentukan nilai mata uang tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang berkembang di Jawa dipengaruhi oleh kultur atau budaya  jawa. Dengan demikian, perpaduan antara keduanya menampakkan atau melahirkan ciri yang khas sebagai budaya yang singkretis, yakni islam kejawen (agama Islam yang bercorak kejawaan). Pada titik inilah terjadi semacam “simbiosis mutualisme” antara Islam dan budaya Jawa. Keduanya (yang kemudian bergabung menjadi satu) dapat berkembang dan dapat diterima oleh masyarakat jawa tanpa menimbulkan friksi dan ketegangan. Padahal antara keduanya sesungguhnya terdapat beberapa celah yang sangat memungkinkan untuk saling berkonfrontasi.
Begitu luasnya cakupan nilai Islam yang di buktikan dengan sifanya yang meliputi berbagai aspek kehidupan, maka ia bisa masuk dengan sendirinya kepada apa saja, siapa saja, juga kapan saja dan kapan saja, selama konteks pembicaraan itu mengiring kepada suatu keadaan yang baik, mencegah yang jelek dan mengajak kepada keimanan pada yang maha kuasa.
Sikap toleran dan akomodatif terhadap kebudayaan dan kepercayaan setempat, di satu sisi memang dianggap membawa dampak negative, yaitu sinkretisme dan pencampuradukan antara Islam degan kepercayaan lama, sehingga sulit di bedakan mana yang benar-benar ajaran Islam dan mana pula yang berasal tradisi. Namun aspek positifnya, ajaran-ajaran yang disinkretiskan tersebut telah menjadi jembatan yang memudahkan masyarakat jawa dalam menerima Islam sebagai agama mereka yang baru.


DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. 1993. Al-Islam. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
al-Sharqawi, Effat.  penerjemah Ahmad Rofi’ Usmani. 1986. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung:Pustaka.
Budiono,  Herusatoto. 2000. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:Hanindita Graha Widia.
Endaraswara, Suwardi. 2005. Buku Pinter, Budaya Jawa, Mutiara Adiluhung orang Jawa. Yogyakarta:Gelombang Pasang.hariwijaya, M. 2004. Islam Kejawen. Yogyakarta: Perum Pertamina.
Ismail, Faisal.  1998. Paradigma Kebudayaan Islam, studi kritis dan reflektif historis.  Yogyakarta:Titian Ilahi Press.
Khalil, Ahmad. 2008. Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa. Malang:UIN Malang Press.

Prabowo, Dhanu Priyo dkk. 2003.  Pengaruh Islam Dalam Karya-Karya.R.Ng.Ranggawarsito. Yogyakarta:Narasi.

No comments:

Post a Comment