A.
Islam dan budaya
Secara
etimologi Islam berasal dari bahasa Arab bentuk mashdar dari kata “aslama-yuslimu-Islaaman”. Yang berarti
menyerah penuh, yakni kepada petunjuk dan peraturan Allah. Orang yang bersifat
atau melakukan penyerahan ini dinamakan Muslim.
Agama
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
untuk semua makhluk. Sehingga Islam merupakan pembentuk jati diri orang Jawa.
Ajaran dan kebudayaan jawa mengalir sangat deras dari kebudayaan Arab dan Timur
Tengah yang memberi warna kepada kebudayaan jawa. Agama Islam disebarkan oleh
Nabi Muhammad SAW mulanya pada kalangan terbatas yakni kalangan keluarga dan
sahabatnya terdekatnya.
Semua
agama di dunia ini, beraneka ragam dan berbeda asal-usul serta sejarahnya. Di
tinjau dari sumbernya dapat di kategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, agama alamiyah (yang dalam
kepustakaan barat disebut “natural religion”) adalah agama ciptaan manusia.
Dinamakan pula agama filsafat, agama bumi, din
al-ardh, agama budaya. Kedua, agama samawiyah yakni agama yang di
turunkan
Allah kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Disebut pula agama wahyu atau agama langit.
Dan agama Islam termasuk dalam agama samawi.
Sedangkan
kebudayan menurut beberapa ahli
diantaranya J. Verkuyl dan koentjaraningrat memiliki definisi tersendiri
mengenai kebudayaan. J. Verkuyl menulis bahwa kata budaya itu di pakai itu
dipakai kira-kira pada tahun 1930 dan dengan cepat merebut tempat yang tetap
dalam perbendaharaan
bahasa Indonesia. Menurut J. Verkuyl
mengatakan bahwa kata budaya itu berasal dari bahasa Sanskerta budaya, yakni bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal. Perkataan
kebudayaan menyatakan segala sesuatu yang di ciptakan oleh budi manusia.
Koentjaraningrat
mempunyai pandangan yang serupa bahwa kata kebudayaan yaitu berasal dari bahasa
Sanskerta budhaya, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian , kebudayaan dapat di artikan hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal.
senada
dengan kedua pendapat diatas, P. J. Zoetmulder mengatakan bahwa kebudayaan itu
adalah suatu perkembangan dari kata majemuk “budi-daya”
yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal. Kata budi dan daya dalam bahasa jawa mempunyai pengertian akal dalam
arti batin untuk menimbang mana yang baik dan buruk, benar dan salah, dalam
bahasa jawa timbang ing batin.
Jadi
kebudayaan adalah khas manusia, bukan ciptaan binatang ataupun tanaman yang
tidak mempunyai akal budi. Manusia dengan akal budinya mampu menciptakan
kebudayaan. Manusia dengan akal budinya mampu mengubah natur menjadi kultur,
manusia tidak menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup alamiyahnya, akan
tetapi manusia justru mengutik-utik alam itu sehingga terciptalah apa yang
dinamakan kebudayaan itu.
B.
Islam, kebudayaan
Kebudayaan-kebudayaan
agama pada umumnya didasarkan pada interpretasi rohaniah terhadap berbagai
warna kegiatan sosial.
misalnya saja hari raya dan peringatan-peringatan, mengambil corak rohaniah
murni. Demikian pula halnya semua prinsip pemerintahan, politik, moral, dan
pengetahuan, makna dan filsafatnya didasarkan pada interpretasi keagamaan. Jadi
disini kita akan dihadapkan pada berbagai kebudayaan Islam yang diwarnai dengan
berbagai warna lokal yang kadang malah mendominasinya, sehingga kita menjadi
berada di pola kebudayaan yang berbeda dan beraneka. Sebaliknya, kita berada
dihadapan sebuah kebudayaan yang padu, yang mempunyai bentuk intuitif yang sama
dan visi historis yang khusus.
Persoalan
hubungan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan-kebudayaan local merupakan
masalah yang begitu kompleks. Pernyataan tentang peranan kebersamaan yang
demikian itu di ragukan oleh sebagian para peneliti. Sebab betapapun seluruh
kaum muslimin, dari mana pun asal mereka, seiring dalam aqidah dan ibadah
mereka yang esensial, namun aqidah itu sendiri telah terpengaruhi oleh budaya
local. Hal ini karena Islam baru
mewarnai kelompok-kelompok ini dengan corak kebudayaan umum bersama, tapi tidak
sampai membuat kelompok-kelompok itu kehilangan warna khusus perasaan mereka
yang berkenaan dengan mistisme dan magis yang mereka geluti dalam kehidupan
pribadi mereka.
Islam,
datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang
baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan
budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari
hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya,
sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi
derajat kemanusiaan.
Dalam
bukunya Pengantar Kebudayaan Sebagai
Ilmu, Gazalba berpendapat bahwa
agama Islam dan kebudayaan itu setingkat, dan masing-masing merupakan bagian
dari Islam.
Ada
beberapa hal yang perlu di diskusikan dari pemikiran-pemikiran Gazalba, menurut
Gazalba Islam itu mempunyai dua bagian, masing-masing agama (Islam) dan
kebudayaan (Islam) yang keduanya setingkat. Agama Islam mengenai akhirat
(logikanya, agama islam belum berlaku dalam kehidupan dunia sekarang ini).
Sedangkan kebudaya Islam mengenai kehidupan dunia sekarang.
Menurut
Faisal Ismail, Islam mengajarkan masalah-masalah yang berhubungan dengan
kehidupan dunia dan akhirat, karena Islam memang diturunkan untuk mengatur,
melestarikan dan membahagiakan kehidupan dunia dan akhirat. Tetapi jika di
dalam Islam terdapat ajaran-ajaran yang menyangkut kehidupan dunia, apakah
lantas ajaran-ajaran itu sendiri dinamakan kebudayaan Islam?
Islam
sebagai keutuhan dan kebulatan ajaran yang meliputi masalah-masalah kehidupan
dunia dan akhirat, bukan kebudayaan yang menyangkut kehidupan dunia. Dengan
demikian jelaslah pemikiran Gazalba harus di tolak dan tidak dibenarkan. Karena
jelas tidak ada bagian-bagian kebudayaan Islam di dalan din Islam. Dengan kata lain kebudayaan Islam sebagai produk orang
Islam, bukan bagian dari din Islam.
Sebagai umat Islam yang taat kita punya keyakinan bahwa
Islam itu bukan kebudayaan tetapi para orientalis barat menganggap bahwa agama
Islam adalah kebudayaan, mereka beralasan bahwa agama Islam ini merupakan hasil
kreasi dari Muhammad Bin Abdullah yang merasa jenuh terhadap keadaan spiritual
masyarakat Mekah pada waktu itu.
Islam bukanlah kebudayaan, karena dalam Islam khususnya
dari segi ibadah ritual kita kepada sang Khalik ini merupakan perintah langsung
dari Allah SWT yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Akan
tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dalam Islam ada kebudayaan-kebudayaan.
Namun
kalau kita mengkaji dari pengertian di atas dan atas keyakinan kita bahwa jelas
Islam bukan kebudayaan. Seperti contoh dalam bentuk Masjid dan Shalawat yang
sering dinyanyikan, ini merupakan hasil dari kreasi umat islam karena dalam Al
Qur’an maupun sunnah Nabi
tidak menyebutkan bentuk masjid dan cara bersholawat itu
seperti apa. Tapi sejatinya kebudayaan yang di maksud ini tidak
beretentangan dengan syariat yang dibawa oleh Islam. Kalau sudah bertentangan
ataupun namanya dan apapun alasannya ini sudah merupakan bentuk pemurtadan.
C.
Kebudayaan Jawa
Kebudayaan
Jawa telah tua umurnya, sepanjang orang Jawa ada. Sejak saat itu pula orang
Jawa memiliki citra progresif. Orang jawa dengan gigih mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa
adalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan,
cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan
kebahagiaan hidup lahir batin.
mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa adala
pancaran atau pengejawentahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan,
cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan dan
kebahagiaan hidup lahir batin.
Kebudayaan
jawa telah ada sejak jaman pra sejarah. Istilah prasejarah memang cukup
membingungkan. Karena era prasejarah itu pula sebenarnya bersejarah. Jadi,
prasejarah sekedar member limit, pada saat mana orang Jawa secara sadar
berbudaya dan tak sadar berbudaya. Kesadaran memang modal budaya. Namun,
seringkali juga terjadi ketaksadaran manusia yang memunculkan budaya pula.
Ketaksadaran budaya bisa berasal dari pengaruh budaya lain yang serta merta,
budaya lain ang amat halus dan sublime, boleh jadi memoles budaya jawa.
Untuk
menentukan mana budaya Jawa asli dan tidak memang membutuhkan pengkajian
mendalam. Namun, setidaknya dapat diduga, asalkan budaya itu di ciptakan oleh
nenek moyang Jawa, yang belum terpengaruhi budaya lain (budaya jawa asli).
Budaya Jawa asli agaknya produk dari orang Jawa purba. Karena orang purba
relative masih sulit terpengatuh budaya lain. Orang Jawa purba pula yang
menjadi pelopor budaya Jawa asli.
Fase
pertumbuhan kebudayaan Jawa
Kebudayaan Jawa baru di ketahui secara
konkrit dari sumber bersejarah setelah kedatangan Aji Saka. Ini pun sebenarnya
masih simpang siur karena di temukan berbagai versi yang terkesan hanya sebagai
mitos yang agaknya bukan sebagai peristiwa sejarah. Keseragaman, dalam artian
para ahli sejarah sepakat untuk mengatakan sebagai peristiwa sejarah, baru
terjadi ratusan tahun setelah masehi. Lebih tepatnya setelah di temukan
sumber-sumber yang memang di sepakati sebagai sumber sejarah, seperti tulisan
pada batu dan potongan kayu (prasasti) dan juga laporan-laporan dari Cina mulai
abad 7 M. peninggalan itu lah yang dapat memberi informasi dan kejelasan
sebagai bukti terjadinya suatu peristiwa di suatu wilayah.
Dalam kaitannya dengan system teologi,
karakteristik budaya Jawa perkembang melalui beberapa fase sebagai berikut:
a.
Kebudayaan Jawa pra Hindu-Budha
Dalam
hal ini beberapa sumber menyebutkan bahwa masyarakat Jawa sebelum kedatangan
agama Hindu dan Budha telah menjadi masyarakat yang terusun secara teratur,
sederhana, dan bersahaja. Ebagai mayarakat yang sederhana, system religi yang
di anut adalah animism dan dinamisme dimana ia menjadi inti kebudayaan
mayarakat jawa yag mewarnai seluruh aktfitas kehidupannya.
Cara
berfikira masyarakat aat itu masih kompleks, yaitu bersifat menyeluruh dan
emosional. Mereka di kuasa oleh perasaan yang sangat lekat dengan pengaruh
agama dan kepercayaan kepada roh-roh serta tenaga-tenaga gaib yang meliputi
seluruh aktifitas kehidupan. Oleh Karena itu, pikiran dan perilaku keseharian
senantiasa tertuju pada suatu maksud bagaimana mendapatkan bantuan dari roh-roh
yang baik dan terhindar dari pengaruh roh-roh yang jahat.
b.
Kebudayaan Jawa masa Hindu-Budha
Penyerapan
kebudayaan Hindu-Budha dari India membawa penduduk Jawa semakin masuk ke dalam
kebudayaan India. Tercatat di Sumatra selatan kerajaan Sriwijayamenganut ajaran
Budhisme Hinayana dan mencapai puncak kejayaan pada abad ke 7 M. satu abad
kemudian terlihaat perubahan-perubahan besar dalam struktur politik kepulauan
Nusantara yang menurut Legge dan Leur di sebabkan oleh hubungan religious dan
perdagangan. Diantara pangeran-pangeran muncul raja yang kuat yang dapat
memperluas kedaulatannya sampai Sanjaya, raja Mataram, Yogyakarta.
c.
Kebudayaan Jawa masa Islam
Ketika
Islam masuk, di tangan para cendekiawan jawayang terlibat dalam lingkaran
kekuasaan, Islam di modifiasi dengan keyakinan yang telah mapan sebelumnya.
Animisme, Dinamisme dan Hindu-Budha. Memang sejak Islam menguasai tanah jawaia
telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari para cendekiawan dan ningrat
dalam segala aspek. Bagi cendekiawan, Islam dengan konsep ajarannya yang lebih
lengkapdan rinci menjadi sumber inspirasi dalam karya-karyanya, sedangkan bagi
para pengusaha, dari pangeran di daerah pinggiran sampai raja di pusat
kekuasaan, Islam tampaknya member angin segar untuk teru berkuasa bahkan juga
unutk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar.
D.
Hubungan antara Islam dan budaya Jawa
Salah
satu sifat dari masyarakat Jawa adalah
bahwa mereka religius dan bertuhan. Sebelum agama-agama besar datang ke
Indonesia, khususnya Jawa, mereka sudah mempunyai kepercayaan adanya Tuhan yang
melindungi dan mengayomi mereka. Dan, keberagamaan ini semakin berkualitas
denga masuknya agama-agama besar Hindu, Budha, Islam, Katolik, dan Protestan ke
jawa.
Hubungan
Islam dan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai kedua sisi mata uang yang tidak
dapat terpisahkan, yang secara bersama-sama menentukan nilai mata uang
tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang berkembang di Jawa dipengaruhi oleh
kultur atau budaya jawa. Dengan demikian, perpaduan antara keduanya
menampakkan atau melahirkan ciri yang khas sebagai budaya yang singkretis,
yakni islam kejawen (agama Islam yang bercorak kejawaan). Pada titik inilah
terjadi semacam “simbiosis mutualisme” antara Islam dan budaya Jawa. Keduanya
(yang kemudian bergabung menjadi satu) dapat berkembang dan dapat diterima oleh
masyarakat jawa tanpa menimbulkan friksi dan ketegangan. Padahal antara
keduanya sesungguhnya terdapat beberapa celah yang sangat memungkinkan untuk
saling berkonfrontasi.
Begitu
luasnya cakupan nilai Islam yang di buktikan dengan sifanya yang meliputi
berbagai aspek kehidupan,
maka ia bisa masuk
dengan sendirinya kepada apa saja, siapa saja, juga kapan saja dan kapan saja, selama
konteks pembicaraan itu mengiring kepada suatu keadaan yang baik, mencegah yang
jelek dan mengajak kepada keimanan pada yang maha kuasa.
Sikap
toleran dan akomodatif terhadap kebudayaan dan kepercayaan setempat, di satu
sisi memang dianggap membawa dampak negative, yaitu sinkretisme dan
pencampuradukan antara Islam degan kepercayaan lama, sehingga sulit di bedakan
mana yang benar-benar ajaran Islam dan mana pula yang berasal tradisi. Namun
aspek positifnya, ajaran-ajaran yang disinkretiskan tersebut telah menjadi
jembatan yang memudahkan masyarakat jawa dalam menerima Islam sebagai agama
mereka yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. 1993. Al-Islam. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada.
al-Sharqawi, Effat. penerjemah Ahmad Rofi’ Usmani. 1986. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung:Pustaka.
Budiono, Herusatoto. 2000. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:Hanindita
Graha Widia.
Endaraswara, Suwardi. 2005. Buku Pinter, Budaya Jawa, Mutiara Adiluhung
orang Jawa. Yogyakarta:Gelombang Pasang.hariwijaya, M. 2004. Islam
Kejawen. Yogyakarta: Perum Pertamina.
Ismail, Faisal. 1998. Paradigma
Kebudayaan Islam, studi kritis dan
reflektif historis. Yogyakarta:Titian
Ilahi Press.
Khalil,
Ahmad. 2008. Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa.
Malang:UIN Malang Press.
Prabowo, Dhanu Priyo dkk.
2003. Pengaruh Islam Dalam
Karya-Karya.R.Ng.Ranggawarsito. Yogyakarta:Narasi.
No comments:
Post a Comment