Thursday, 22 October 2015

Pendidikan Al-Qur'an

a.     Sumber Hukum Islam
Sumber Hukum Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Dua sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum islam karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah SWT. Ada juga dalil-dalil lain selain Al-Quran dan Sunnah seperti Qiyas, istishan dan istishlah tetapi tiga dalil disebut terakhir ini hanya sebagai dalil pendukung yang hanya merupakan alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena hanya sebagai alat bantu untuk memahami Al-Quran dan Sunnah Rasulullah sebagian ulama menyebutnya sebagai metode istinbat. Imam Al-Ghazali  misalnya menyebut qiyas sebagai metode istinbat. Dalam tulisan ini, istilah sumber sekaligus dalil kita gunakan untuk Al-Quran dan sunnah, sedangkan untuk selain Al-Quran dan sunnah seperti Ijma, Qiyas, istishan dll tdak digunakan istilah dalil.

b.     Isi dan sumber hokum yang memiliki konsekuensi hokum

Al-Qur’an
1.      Pengertian Al-Qur’an
Al-Quran secara etimologi berarti bacaan atau yang dibaca. Sedangkan menurut terminologi adalah wahyu Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk Islam dan jika dibaca menjadi ibadah kepada Allah SWT

2.      Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an menempati kedudukan pertama atau tertinggi dari sumber-sumber hukum yang lain. Oleh karena itu sumber hokum dan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an.

3.      Fungsi Al-Qur’an
Diantara fungsi-fungsi Al-Qur’an antara lain:
a.       Sebagai mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW untuk membuktikan bahwa beliau adalah Nabi atau Rasul Allah dan bahwa Al-Quran merupakan benar-benar firman Allah yang tidak dapat ditandingi.
b.      Sebagai petunjuk manusia dalam menjalani hidupnya secara baik dan sebagai rahmat bagi alam semesta.
c.       Sebagai keputusan terakhir yang benar mengenai berbagai masalah yang diperselisihkan para pemimpin agama.
d.      Sebagai penutup kebenaran adanya kitab-kitab suci terdahulu.
e.       Sebagai penutup wahyu-wahyu Allah yang telah diturunkan kepada para nabi atau rasul-Nya.

4.      Kandungan Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan dengan membawa keterangan-keterangan yang pada pokoknya terdiri dari 5 perkara. Sebagaimana penjelasan dari Syekh Rasyid Ridha yang meliputi: Aqidah Tauhid, Janji dan ancaman, Ibadah, jalan dan cara mencapai kebahagiaan, dan kisah umat masa lalu.

5.      Hokum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup secara umum mengandung tiga ajaran pokok[1]:
a.       Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan aqidah (keimanan) yang membicarakan tentang hal-hal yang wajib diyakini seperti masalah tauhid, masalah kenabian, mengenai kitab-Nya, malaikat, hari kemudian dan sebagainya yang berhubungan dengan doktrin aqidah.
b.      Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akhlak yaitu hal-hal yang harus dijadikan perhiasan diri oleh setiap mukalaf berupa sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan.
c.       Hukum-hukum amaliyah yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal perbuatan mukalaf (doktrin syariah). Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan berkembangnya ilmu fiqih. Hukum-hukum amaliyah dalam al-Qur’an terdiri dari dua cabang, yaitu hukum-hukum ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hukum-hukum muamalat yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Abdul Wahhab Khallaf memerinci macam hukum-hukum bidang muamalat dan jumlah ayatnya sebagai berikut:
1.      Hukum keluarga, mulai dari terbentuknya pernikahan sampai masalah talak, rujuk, iddah, dan sampai ke masalah warisan. Ayat-ayat yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 70 ayat.
2.      Hukum perdata yaitu hokum-hukum yang mengatur hubungan seseorang dengan yang sejenisnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai-menggadai, kongsi dagang, utang-piutang, dan hokum perjanjian. Hal ini terdiri dari 70 ayat.
3.      Hukum pidana yaitu hukum-hukum yang menyangkut dengan tindakan kejahatan. Hukum-hukum seperti ini bermaksud untuk memelihara stabilitas masyarakat seperti larangan membunuh serta sanksi hukumnya, larangan berzina, serta ancaman hokuman atas pelakunya. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar 30 ayat.
4.      Hukum acara yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan peradilan, kesaksian dan sumpah. Ayat-ayat yang mengatur hal ini berjumlah sekitar 13 ayat.
5.      Hukum ketatanegaraan yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pemerintahan. Ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah ini sekitar 10 ayat.
6.      Hukum antara bangsa yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan antara Negara islam dengan non islam dan tata cara pergaulan dengan non muslim yang berada di Negara islam. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar 25 ayat.
7.      Hukum ekonomi dan keuangan yaitu hukum-hukum yang mengatur hak-hak fakir miskin dari harta orang-orang kaya. Ayat-ayat yang mengatur bidang ini sekitar 10 ayat.
                        Sunnah
1.    Pengertian Sunnah
Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan/cara. Sunnah menurut istilah yaitu segala sesuatu dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan. Macam-macam sunnah yaitu sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah, sunnah taqriyah.
2.    Kedudukan Sunnah
Sunnah merupakan sumber hokum syar’i yang kedua sesudah al-Qur’an.
3.    Fungsi Sunnah
Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan) atau tabyiin (menjelaskan ayat-ayat hokum dalam al-Quran) seperti ditunjukkan oleh ayat 44 surat al-Nahl yang artinya, “ kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskannya kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya kamu memikirkannya”.
Fungsi sunnah adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai penguat hokum yang telah ada didalam al-Qur’an.
b.      Sebagai penjelas/penafsir dari ketentuan hokum yang ada dalam al-Qur’an. Misalnya hadits fi’liyah dalam bentuk perbuatan Rasulullah yang menjelaskan cara melakukan shalat yang diwajibkan dalam dalam hadits riwayat bukhari dari Abu Hurairah dan demikian pula tentang penjelasannya mengenai masalah haji seperti dalam hadits riwayat Muslim dari Jafar.
c.       Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban yang di dalamnya Al-Qur’an. Misalnya adalah li’an, bilamana seorang suami menuduh istrinya berzina tetapi tidak mampu mengajukan empat orang saksi padahal istrinya itu tidak mengakuinya, maka jalan keluarnya dengan cara li’an. Li’an adalah sumpah empat dari pihak suami bahwa tuduhannya adalah benar dan pada kali yang kelima ia berkata: “ la’nat (kutukan) Allah atasku jika aku termasuk ke dalam orang-orang yang berdusta”.
d.      Menetapkan hokum yang belum disinggung dalam al-Qur’an. Sebagai contoh ialah hadits riwayat al-Nasa’I dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda mengenai keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar sebagaiman disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’I yang artinya, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW bersabda semua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hukum memakannya adalah haram.
           
c.      Relasi Al-Qur’an dan as-sunnah
Ditinjau dari segi hokum ada 3 relasi al-Qur’an dengan sunnah yakni:
1.   Sunnah itu menetapkan dan menegaskan hokum-hukum yang tersebut dalam al-Qur’an.
2.        Sunnah memberikan penjelasan arti yang masih samar-samar dalam al-Qur’an.
3.        Sunnah menetapkan suatu hokum secara jelas yang tidak disebutkan dalam al-Quran.






Daftar Pustaka:
Amiruddin, Zen. . 2009. Teras: Yogyakarta
Aziz, Abdul. . 1988. Wicaksana: Semarang
Effendi, Satria dkk. Ushul Fiqih. 2005. Prenada Media: Jakarta
Rifa’I, Moh. . 1988. Wicaksana: Semarang




[1] Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh. 2005. Prenada media: Jakarta.

No comments:

Post a Comment