a. Sumber Hukum Islam
Sumber Hukum Islam adalah Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah. Dua sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum
islam karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah SWT.
Ada juga dalil-dalil lain selain Al-Quran dan Sunnah seperti Qiyas, istishan
dan istishlah tetapi tiga dalil disebut terakhir ini hanya sebagai dalil
pendukung yang hanya merupakan alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang
dikandung oleh Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena hanya sebagai alat bantu
untuk memahami Al-Quran dan Sunnah Rasulullah sebagian ulama menyebutnya
sebagai metode istinbat. Imam Al-Ghazali
misalnya menyebut qiyas sebagai metode istinbat. Dalam tulisan ini,
istilah sumber sekaligus dalil kita gunakan untuk Al-Quran dan sunnah,
sedangkan untuk selain Al-Quran dan sunnah seperti Ijma, Qiyas, istishan dll
tdak digunakan istilah dalil.
b. Isi dan sumber hokum yang memiliki konsekuensi hokum
Al-Qur’an
1.
Pengertian Al-Qur’an
Al-Quran secara
etimologi berarti bacaan atau yang dibaca. Sedangkan menurut terminologi adalah
wahyu Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk Islam dan jika dibaca
menjadi ibadah kepada Allah SWT
2.
Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an menempati
kedudukan pertama atau tertinggi dari sumber-sumber hukum yang lain. Oleh
karena itu sumber hokum dan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan
al-Qur’an.
3.
Fungsi Al-Qur’an
Diantara fungsi-fungsi Al-Qur’an antara
lain:
a.
Sebagai mukjizat terbesar nabi Muhammad
SAW untuk membuktikan bahwa beliau adalah Nabi atau Rasul Allah dan bahwa
Al-Quran merupakan benar-benar firman Allah yang tidak dapat ditandingi.
b.
Sebagai petunjuk manusia dalam menjalani
hidupnya secara baik dan sebagai rahmat bagi alam semesta.
c.
Sebagai keputusan terakhir yang benar
mengenai berbagai masalah yang diperselisihkan para pemimpin agama.
d.
Sebagai penutup kebenaran adanya
kitab-kitab suci terdahulu.
e.
Sebagai penutup wahyu-wahyu Allah yang
telah diturunkan kepada para nabi atau rasul-Nya.
4.
Kandungan Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan
dengan membawa keterangan-keterangan yang pada pokoknya terdiri dari 5 perkara.
Sebagaimana penjelasan dari Syekh Rasyid Ridha yang meliputi: Aqidah Tauhid,
Janji dan ancaman, Ibadah, jalan dan cara mencapai kebahagiaan, dan kisah umat
masa lalu.
5.
Hokum-hukum yang terkandung dalam
al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup secara umum mengandung tiga ajaran pokok[1]:
a.
Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan
aqidah (keimanan) yang membicarakan tentang hal-hal yang wajib diyakini seperti
masalah tauhid, masalah kenabian, mengenai kitab-Nya, malaikat, hari kemudian
dan sebagainya yang berhubungan dengan doktrin aqidah.
b.
Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan
akhlak yaitu hal-hal yang harus dijadikan perhiasan diri oleh setiap mukalaf
berupa sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa
kepada kehinaan.
c.
Hukum-hukum amaliyah yaitu
ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal perbuatan mukalaf (doktrin
syariah). Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan berkembangnya ilmu fiqih.
Hukum-hukum amaliyah dalam al-Qur’an terdiri dari dua cabang, yaitu hukum-hukum
ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hukum-hukum muamalat
yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Abdul
Wahhab Khallaf memerinci macam hukum-hukum bidang muamalat dan jumlah ayatnya
sebagai berikut:
1.
Hukum keluarga, mulai dari terbentuknya
pernikahan sampai masalah talak, rujuk, iddah, dan sampai ke masalah warisan.
Ayat-ayat yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 70 ayat.
2.
Hukum perdata yaitu hokum-hukum yang
mengatur hubungan seseorang dengan yang sejenisnya, seperti jual-beli,
sewa-menyewa, gadai-menggadai, kongsi dagang, utang-piutang, dan hokum
perjanjian. Hal ini terdiri dari 70 ayat.
3.
Hukum pidana yaitu hukum-hukum yang
menyangkut dengan tindakan kejahatan. Hukum-hukum seperti ini bermaksud untuk
memelihara stabilitas masyarakat seperti larangan membunuh serta sanksi
hukumnya, larangan berzina, serta ancaman hokuman atas pelakunya. Ayat-ayat
yang mengatur hal ini sekitar 30 ayat.
4.
Hukum acara yaitu hukum-hukum yang
berkaitan dengan peradilan, kesaksian dan sumpah. Ayat-ayat yang mengatur hal
ini berjumlah sekitar 13 ayat.
5.
Hukum ketatanegaraan yaitu
ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pemerintahan. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan masalah ini sekitar 10 ayat.
6.
Hukum antara bangsa yaitu hukum-hukum
yang mengatur hubungan antara Negara islam dengan non islam dan tata cara
pergaulan dengan non muslim yang berada di Negara islam. Ayat-ayat yang
mengatur hal ini sekitar 25 ayat.
7.
Hukum ekonomi dan keuangan yaitu hukum-hukum
yang mengatur hak-hak fakir miskin dari harta orang-orang kaya. Ayat-ayat yang
mengatur bidang ini sekitar 10 ayat.
Sunnah
1.
Pengertian Sunnah
Sunnah menurut bahasa
artinya perjalanan, pekerjaan/cara. Sunnah menurut istilah yaitu segala sesuatu
dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan. Macam-macam sunnah
yaitu sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah, sunnah taqriyah.
2.
Kedudukan Sunnah
Sunnah merupakan sumber hokum syar’i
yang kedua sesudah al-Qur’an.
3.
Fungsi Sunnah
Secara umum fungsi
sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan) atau tabyiin (menjelaskan ayat-ayat
hokum dalam al-Quran) seperti ditunjukkan oleh ayat 44 surat al-Nahl yang
artinya, “ kami telah menurunkan kepadamu
Al-Qur’an agar kamu menjelaskannya kepada manusia apa yang diturunkan kepada
mereka dan supaya kamu memikirkannya”.
Fungsi sunnah adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai penguat hokum yang telah ada
didalam al-Qur’an.
b.
Sebagai penjelas/penafsir dari ketentuan
hokum yang ada dalam al-Qur’an. Misalnya hadits fi’liyah dalam bentuk perbuatan
Rasulullah yang menjelaskan cara melakukan shalat yang diwajibkan dalam dalam
hadits riwayat bukhari dari Abu Hurairah dan demikian pula tentang
penjelasannya mengenai masalah haji seperti dalam hadits riwayat Muslim dari
Jafar.
c.
Membuat aturan tambahan yang bersifat
teknis atas sesuatu kewajiban yang di dalamnya Al-Qur’an. Misalnya adalah
li’an, bilamana seorang suami menuduh istrinya berzina tetapi tidak mampu
mengajukan empat orang saksi padahal istrinya itu tidak mengakuinya, maka jalan
keluarnya dengan cara li’an. Li’an adalah sumpah empat dari pihak suami bahwa
tuduhannya adalah benar dan pada kali yang kelima ia berkata: “ la’nat
(kutukan) Allah atasku jika aku termasuk ke dalam orang-orang yang berdusta”.
d.
Menetapkan hokum yang belum disinggung
dalam al-Qur’an. Sebagai contoh ialah hadits riwayat al-Nasa’I dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda mengenai keharaman memakan binatang buruan
yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar sebagaiman disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’I yang artinya, dari Abu Hurairah,
dari Nabi SAW bersabda semua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan
burung yang mempunyai cakar, maka hukum memakannya adalah haram.
c. Relasi Al-Qur’an dan as-sunnah
Ditinjau dari segi hokum ada 3 relasi al-Qur’an dengan sunnah
yakni:
1. Sunnah
itu menetapkan dan menegaskan hokum-hukum yang tersebut dalam al-Qur’an.
2.
Sunnah
memberikan penjelasan arti yang masih samar-samar dalam al-Qur’an.
3.
Sunnah
menetapkan suatu hokum secara jelas yang tidak disebutkan dalam al-Quran.
Daftar Pustaka:
Amiruddin, Zen. . 2009. Teras:
Yogyakarta
Aziz, Abdul. . 1988. Wicaksana:
Semarang
Effendi, Satria dkk. Ushul Fiqih. 2005. Prenada Media:
Jakarta
Rifa’I, Moh. . 1988. Wicaksana:
Semarang
No comments:
Post a Comment