Thursday, 15 October 2015

Perkembangan Kurikulum MIPA

Perkembangan Kurikulum MIPA yang sesuai Kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Kurikulum sebagai salah satu bagian penting dari system pendidikan islam telah ada sejak periode awal keberadaan pendidikan islam, yaitu pada masa hidup Rasulullah Muhammad SAW. Mata pelajaran yang menjadi bagian penting dari kurikulum pada periode tersebut adalah berupa membaca, menulis dan syair arab (Salabi 1954:16), Al-Quran dan Hadits, tata bahasa, Retorika dan prinsip-prnsip hokum (Ashraf 1985: 29-30).
Sejalan dengan perkembangan pendidikan islam, khususnya ketika pendidikan islam dilaksanakan dalam bentuk formal, kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan islam mengalami perkembangan. Puncak perkembangannya itu terjadi pada masa kemajuan peradaban islam dimasa klasik pertengahan. Kurikulum yang ada pada lembaga-lembaga pendidikan islam pada masa itu meliputi matematika(aljabar, trigonometri, dan geometri), sains (kimia, fisika dan astonomi), ilmu kedokteran (anatomi, pembedahan, farmasi dan cabang-cabang ilmu kedokteran khusus), filssafat (logika, etika dan metafisika), kesusasatraan (filologi, tata bahasa, puisii dan persajakan), ilmu-ilmu sosial (sejarah, geografi, disiplin-displin yang berhubungan dengan politik hokum sossiologi, psikologi, jurisprudensi (fikih), teologi (perbandingan agama), sejarah agama, study al-Quran, tradisi rligius (hadits) dan topic-topik ilmu keagamaan lainnya (Nakosteen 1996:71).
Berdasarkan isi atau materi kurikulum diatas terlihat bahwa pada masa itu lembaga-lembaga pendidikan islam telah memiliki kurikulum yang memuat sejumlah ilmu pengetahuan yang cukup lengkap, meliputi ilmu-ilmu keagamaan (syariah), dan ilmu-ilmu alamiah (qauniyah). Mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum lembaga pendidikan islam sejak periode awal pendidikan islam hingga masa kejayaannya (masa klasik) itu dipandang sebagai satu kesatuanyang terpadu (monisme), dalam arti tidak ada pemisahan antara pengetahuan umum dan keagamaan. Meskipun terjadi pengklasifikasiaan atau pemilahan antara ilmu pengetahuan umum dan keagamaan seperti yang dilakaukan oleh Al-Farabi, Al-Ghazali, dan para filosof lainnya. Namun mereka tetap menganggap bahwa semua ilmu pengetahuan umum itu merupakan bagian dari khazanah dari ilmu pngetahuan islam yang harus dimilki dan dipelajari oleh setiap umat muslim dan bermuara kepada semangat pengabdian kepada Allah SWT.
Ketika islam memasuki zaman kemundurannya, pandangan monisme terhadap ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan mengalami perubahan dan reduksi. Salah satu perubahan  yang sangat mendasar ialah lahirnya pandangan dikotomis, yakni pandangan yang memisahkan ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan keagamaan. Menurut Nasution, (986:987-99), sejak kurun itu pengetahuan umum (pengetahuan produk nalar dianggap terpisah dari pengetahuan keagamaan dan dianggap sebagai pengetahuan plengkap dan bahkan “dimakuhkan” sebagaimana juga yang dikemukakan Azyumardi Azra (dalam Stanton, 1994: vii) bahwa setelah terjadi pergantian dominasi dari muktazilah ke sunni, ilmu pengetahuan umum yang sangat dicurigai dan diangggap makruh itu dihapus dari kurikulum lembaga pendidikan islam, khususnya dimadrasah. Mereka yang berminat mempelajari ilmu-ilmu umum tepaksa mempelajarinya secara sendiri-sendiri dan sembunyi-sembunyi atau “dibawah tanah”, karena ilmu-ilmu tersebut dipandang sebagai ilmu-ilmu subversive yang dapat dan akan menggugat kemapanan doktrin mapan sunni, terutama dalam bidang kalam (teologi) dan fiqih.
Di Indonesia telah terjadi dikotomo yang cukup mendasar dan meluas. Dikotomi tersebut terjadi dalam bentuk pemisahan kelembagaan pendidikan, sehingga terdapat lembaga pendidikan umum (nasional) dan lembaga pendidikan keagaman (islam). Begitu juga telah terjadi pemisahan antara pelajaran umum dan pelajaran keagamaan. Hal itu berimbas pula pada penyiapan guru, sehingga ada guru umum yang hanya ahli dan menekuni mata pelajaran umum dan guru agama yang hanya dan ahli menekuni mata pelajaran keagamaan.
Upaya untuk menyelesaikan persoalan dikotomi itu bukannya tidak ada. Fazlur Rahman (1982: 130-131) menyebutkan setidaknya ada dua pola yang pernah dilakukan diberbagai Negara muslim. Pertama, dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana telah berkemabgan secara umum dibarat dan mencoba untuk “mengislamkannya” dengan cara mengisinya dengan konep-konsep tertentu dari islam. Kedua, dengan cara menggabungkan atau memadukan cabang-cabagn pengetahuan modern dengan cabang-cabang keislaman tradisional yang diberikan secara bersama-sama disuatu lembaga pendidikan. Dengan latar belakang terebut, kami mencoba menyusun makalah dengan judul,”
Pendidikan merupakan sebuah proses pemanusiaan, yaitu proses memanusiakan manusia oleh manusia, sebuah diskursus pendewasaan. Agenda proses pemanusiaan dipandang sukses manakala dengan itu muncul manusia dewasa sejati, manusia yang sarat dengan tampilan nilai-nilai kemanusiaan. Kedewaaan itu dapat dilihat dari sisi pribadi, sosial, ekonomi, sebagai makhluk Tuhan, pemegang mandate cultural. Di sini pendidikan dipandang sebagai proses penanaman modal dalam bentuk manusia, di mana pendidikan merupakan proses menyiapkan manusia untuk terjun di sector produktif. Untuk mencapai itu semua maka kurikulum pendidikan juga harus maenyesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan yang ada. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimanakah kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut?
Pertama, laju transformasi kurikulum pada kelembagaan pendidikan formal atau diklat dibandingkan dengan perubahah kebutuhan persyaratan kerja mengalami gap ibarat laju deret hitung dan deret ukur.
Kurikulum seharusnya tidk hanya bersifat teoritis tetapi harus lebih menekankan pada kehidupan nyata. Ketika kita belajar teori-teori tetapi tidak tahu kegunaan dari teori tersebut, maka hal ini akan sia-sia. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai factor, misalnya ketika kita belajar tentang konsep limit, diferensial, dan integral, mungkin kita sangat mahir tentang konsepnya, kita dapat mengerjakan soal-soalnya. Tetapi ketika ditanya apa kegunaan dari konsep limit, diferensial, dan integral yang telah kita pelajari, pasti kita tidak akan tahu. Hal ini mungkin karena ketika kita belajar kita didampingi oleh seorang guru, sedangkan guru kita ketika belajar pun mengalami hal yang sama seperti kita, meraka hanya diberi teori-teori saja tidak ada praktiknya, dan mereka pun tidak mau berusaha untuk mengembangkan teori-teori tesebut. Sehingga konsep ‘pembodohan menjadi konsep turun temurun’. Oleh karena itu kita harus mengambangkan teori-teori yang telah kita pelajari untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam bermasyarakat.  
Kedua, nafsu dunia kerja yang hanya ingin menerima calon tenaga yang benar-benar sudah siap pakai membuat posisi lulusan pendidikan makin nelangsa.
Kurikulum harus sesuai dengan dunia nyata, yaitu dunia setelah peserta didik lulus dari sekolah. Belajar disekolah dengan kurikulum sekarang rasanya mubadzir hanya membuang-buang waktu dan tenaga, karena kurikulum yang kita pelajari selama ini tdak ada korelasinya dengan kehidupan bermasyarakat. Kurikulum sekarang baru bisa bermanfaat ketika dipelajari ditingkat lebih lanjut, yaitu diperguruan tinggi atau pasca sarjana. Sedangkan peserta didik yang hanya mampu sekolah sampai tingkat SMA tidak dapat merasakan manfa’at apa yang mereka pelajari selama ini, karena mereka hanya mendapatkan “ilmu-ilmu setengah matang”. Pertanyaan kemudian adalah mengapa mareka masih mau bersekolah sedangkan mereka mendapat ilmu yang tidak bermanfaat?  Karena sekarang untuk kedunia kerja membutuhkan sertifikat atau ijazah tanpa disertai ilmu yang bermanfaat dikehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu ilmu pengetahuan pun sulit untuk berkembang pesat. Padahal Terwujudnya sistem pendidikan yang tinggi menghasilkan insan yang berkarakter, cerdas, dan terampil untuk membangun bangsa Indonesia yang bermartabat dan berdaya saing melalui pengembangan ilmu, teknologi, dan seni untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia yang berkelanjutan.

Insan Indonesia yang berkarakter yaitu mereka yang bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki integritas, jujur, toleran, bersemangat kebangsaan, serta menjunjung tinggi nilai dan norma universal; cerdas dalam hal ini dimaksudkan adalah insan yang memiliki kecerdasan komprehensif yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan kinestetik. Di samping itu terampil dimaksudkan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki keterampilan baik yang secara langsung terkait dengan bidang ilmu yang dipelajari (hard skills) maupun keterampilan strategis (soft skills) yang menjadikan mereka sebagai sumber daya manusia (human capital) yang unggul.

1.                  Penyesuaian kurikulum MIPA dengan hasil rekomendasi Makkah 1977
Perkembangan kurikulum bukan hal baru lagi bagi dunia pendidikan Indonesia. Sejak zaman kemerdekaan sampai dengan sekarang ini telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum. Perubahan atau penyempurnaan merupakan suatu keniscayaan seiring dengan perubahan zaman dengan segala implikasinya. Pergantian kurikulum merupakan bentuk pelaksanaan implementasi Undang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional.
Terkait dengan perubahan kurikulum dengan segala implikasinya maka timbul pertanyaan penting tentang seberapa jauh pengaruh perubahan kurikulum terhadap kinerja guru MIPA dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajan dikelas
 Perubahan paradigma pendidikan saat Ini harus mengubah pola dari teaching (mengajar) ke learning (belajar), sehingga peserta didik terdorong untuk terus belajar. Melihat kenyataan pendidikan di dunia islam sekarang masih  terjadi  dikhotomi yang mana pendidikan agama terpisah dari ilmu-ilmu  sekuler membuat  kosep pendidikan islam tidak mungkin menghasilkan  wawasan yang komprehensif. Padahal ilmu-ilmu sekuler mempunyaai korelasi dengan ilmu agama dalam pengaplikasiannya. Selain itu, dalam proses pendidikan juga diperlukan kurikulum yang menjadi penyangga utama dalam proses tersebut. Kurikulum memegang penting bagi keberhasilan sebuah pendidikan peserta didik. Kurikulum  adalah ruh yang memberikan kehidupan bagi dunia pendidikan, dan juga mengandung banyak unsur konstruktif agar pembelajaran terlaksana secara optimal, serta dapat membuka mindset peserta didik yang progresif. Oleh karena itu permasalahan sekarang ini yang dihadapi pendidikan islam adalah bagaimana menggabungkan ilmu agama dan lmu-ilmu umum hususnya MIPA dalam prektik pembelajaran. kurikulum dianggap bermakna bila bahan pelajaran dihubungkan atau di dasarkan atas pengalaman anak dalam kehidupan sehari-hari. 
Yang terpenting dari kurikulum adalah bahan dari disiplin ilmu dan prosesnya. Peserta didik harus diajarkan berpikir kritis untuk menemukan, menanggapi dan memecahkan masalah. Apabila hal-hal demikian diperhatikan dengan baik maka pendidikan pun diyakini akan berhasil. Berkembangnya zaman sekarang ini membutuhkan pembelajaran MIPA yang mampu mengiringi kehidupan dengan basis agama.
Dalam rekomendasi Makkah tahun 1977 yang menghasilkan konsep, sikap, tujuan, kurikulum, serta silabus pendidikan islam, ada beberapa hasil yang butuh pembenahan atau pembaharuan.  Perlu diperhatikan dalam pembelajaran MIPA apabila diterapkan dengan kurikulum hasil Rekomendasi Makkah tahun 1977, dimana disebutkan bahwa yang terjadi dewasa ini adalah bila kita menggunakan kebijakan pendidikan barat maka hasilnya menjadikan konflik yang lama kelamaan betentangan dengan konsep islam. Padahal yang selama ini kita ketahui bahwa banyak ilmuan-ilmuan MIPA yang berasal dari negara barat dan model pembelajaran yang diterapkan di sana menghasilkan pendidikan yang berkuwalitas. Selain itu melihat kurikulum sekarang ini harus sesuai dengan zaman sekarang, karena kebutuhan masyarakat yang selalu berubah akibat tututan perkembangan zaman dan proses mewujudkan negara dengan masyarakat yang berwawasan komprehansif dan terpadu. Penerapkan pendidikan yang berbasis kurikulum barat dengan tetap menggabungkan pelajaran agama yang mempunyai korelasi yang mendukung satu sama lain, sehingga dikhotomi dalam pendidikan akan semakin memudar, dan akan menghasilkan peserta didik dengan kemampuan MIPA dan pengetahuan agama yang optimal.
    

2.                  Kurikulum MIPA dihubungkan dengan IPTEK berdasarkan Al-Quran dan Hadits
a.                   Konsep IPTEK
Istilah IPTEK merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan merupakan paduan antara ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Sains dan teknologi merupakan dua sejoli tidak terpisahkan; sains merupakan sumber teknologi dan teknologi merupakan aplikasi sains. Sains dapat diartikan sebagai himpunan rasionalitas kolektif insane yakni himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai consensus para pakar. Sedangkan teknologi adalah sebagai himpunan pengetahuan terapan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kegiatan yang produktif, ekonomis. Sains sebagai ilmu pengetahuan manusia pada dasarnya meliputi natural scince (ilmu pengetahuan alam) seperti biologi, fisika dan kimia. Dan sosial science (ilmu pengetahuan sosial seperti ilmu sejarah, ekonomi, bahasa dan lain-lain.
            Pengetahuan dalam bentuk IPTEK pada dasarnya berasal dari Allah yang didapat manusia dari alam, akal atau nalar manusia yang diciptkan oleh Allah SWT. Sesungguhnya materi IPTEK juga terdapat diluar kurikulum formal misalnya materi yang dapat diakses dari guru dan sumber-sumber lain seperti buku-buku, majalah dan sumber lainnya. Selain itu juga terdapat dalam kurikulum suplemen masing-masing mata pelajaran iptek seperti yang terdapat pada kurikullum suplemen untuk mata pelajaran umum di sma berupa ayat-ayat al-Quran dan hadits.
Dasar utama konsep IPTEK dalam ajaran islam, utamanya telah ditunjukkan dalam al-Qur’an, yakni pernyataan akan sifat pengetahuan yang holistic atau utuh. Dalam konteks ini berarti persoalan epistemologis dengan ruang lingkup wilayah, bidang-bidang keagamaan maupun wilayah sekuler, karena pandangan dunia islam tidak mengakui adanya pembedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini dalam kehidupan nyata, maka harus selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. Oleh karena itu, pandangan bahwa ilmu pengetahuan merupakan prodak yang bersifat universal dan bebas nilai sehinggga ia dapat dipakai dan berlaku dimana saja dan dilingkungan apa saja dalam kaitan pemaduan iptek itu, mereka melegitimasi haisl-hasil sains modern dengan ayt-ayat al-quran yang sesuai dengan teori dalam sains tersebut, yg menurut merka telah didalam ajaran islam (al-Quran). Adapun dan konsep teori sains tidak perlu diganggu gugat  karena tidak bertentangan dengan al-qutan. Dalam fungsi ini al-quran hanya sebgai pembenaran legitimasi atas konsep dan teori-teori sains, atau sekedar menunjukkan bahwa al-Qur’an telah membicarakan konsep dan teori tersebut.


Left-Right-Up Arrow: dikonsultasikan
Rounded Rectangle: Teori dan konsep IPTEK Rounded Rectangle: Paradigma dan prinsip sains islam
Oval: SAINS/IPTEK
ISLAMI
 







Perpaduan antara Kurikulum MIPA, IPTEK dan pendidikan islam untuk menciptakan kurikulum modern yang islami, digambarkan pada bagan dibawah ini:


Survei disipliner
 
 





Penilaian terhadap prinsip,konsep, dan nilai islam
 
Analisis terhadap prinsip,konsep dan nilai islam
 
Penguasaan terhadap prinsip,konsep dan nilai islam
 
Analisis, sintesis dan evaluasi
 
Menentukan relevasi islam untuk konsep/teori sains modern
 
                                                                                                                                                                                                                                  





Perumusan kembali konsep dan teori sains modern/iptek
 
Konsep dan teori sains modern (iptek) terpadu dengan iptek yang telah berislamisasi
 
 












DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. 2006. Yogyakarta: Pustaka 
      Pelajar.
E.Mulyasa. Kurikulum Yang Disempurnakan. 2009. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sabda, Syaifuddin. Model Kurikululum Terpadu IPTEK dan IMTAQ. 2006. Ciputat:
      Ciputat Press Group

Yamin, Moh. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. 2010. Yogyakarta:  Diva Press



















No comments:

Post a Comment