Standar-Standar
NCTM dan Filosofi Matematika
Charalampos Toumasis
Tujuan
dari artikel Toumasis ini adalah untuk mencari tahu mendasar kemana standar-standar NCTM dan
pedagogi matematika jika ditinjau dari 2 filosofi dikotomi yaitu Absolutis dan
Fallibilis.
a. Filosofi
Absolutis
Filosofi
ini berpandangan bahwa:
·
Kebenaran matematika itu mutlak.
·
Asal usul perkembangan matematika
bersumber pada penalaran deduktif, meliputi logika deduktif, definisi dan
aksioma-aksioma.
·
Kebenaran dan bukti matematika
didasarkan pada pengetahuan apriori yang mendasarkan pada nalar tanpa mengamati
dunia.
b. Filosofi
Fallibilis
Filosofi
ini berpandangan bahwa:
·
Fallibilis memandang kebenaran
matematika bias keliru dan tidak mutlak.
·
Pengetahuan matematika dapat diperbaiki
atau menerima revisi.
·
Pengetahuan matematika tidak apriori
tapi menyerupai pengetahuan empiris, yaitu quasi empiris (Lakatos, 1978).
·
Bukti bukan prasyarat dalam penemuan.
·
Pengetahuan matematika tidak hanya
berasal dari deduktif, namun berasal dari hipotesis-hipotesis,
spekulasi-spekulasi, bahkan tebakan.
·
Aliran baru dalam filosofi matematika
mengusulkan pandangan quasi empiris matematika dimana pemecahan masalah dan
aktivitas manusia sebagai pusatnya.
Dua Model pendidikan Matematika
Dalam Kaitannya dengan Dua Filosofi Matematika yang Dikotomi.
Aspek
|
Absolutis
|
Fallibilis
|
Teori Pembelajaran
|
1. Belajar
dikaitkan dengan transmisi pengetahuan dan keterampilan serta diperoleh
melalui kerja keras dan praktek.
|
1. Pengetahuan
matematika harus dibuat lagi dipikiran setiap anak, untuk merespon keaktifan
mereka dalam mencari pemahaman.
|
2. Belajar
berdasarkan usaha individu, ketekunan, drill, disiplin diri dan pengorbanan.
|
2. Belajar
dengan investigasi, discovery, diskusi, bermain, kerja kelompokdan
eksplorasi.
|
|
3. Kesalahan
dalam matematika dihukum sebagai kegagalan dalam menguasai konsep dan
keterampilan matematika.
|
3. Kesalahan
memainkan peran penting dalam membangun pengetahuan matematika, karena akan
menuntun konflik yang dibutuhkan untuk perkembangan konsepsi baru dan
pemikiran yang kritis.
|
|
Teori Pengajaran
|
1. Guru
mengajar pengetahuan matematika sebagai suatu rangkaian konsep,
teoreme-teorema, pembuktian untuk dipelajari dan dipahami.
|
1. Guru
mengajar anak dengan memberi dorongan, fasilitas dan pengaturan situasi yang
terstruktur untuk mengeksplor pengetahuan anak.
|
2. Peran guru sebagai penceramah dan penjelas yang
bersumber pada buku pelajaran.
|
2. Peran guru sebagai pengelola sumber belajar dan
fasilitator.
|
|
3.
Guru sebagai sumber pengetahuan yang mentransfer ilmu atau pengetahuan ke
anak seefektif mungkin.
|
3.
Guru memainkan peran sebagai penasihat dan pengadil dalam diskusi antara
siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
|
|
4.
Guru menekankan pada kemampuan praktek dan kerja keras melalui
latihan-latihan dan drill.
|
4.
Guru menciptakan lingkungan belajar yang aktif dengan pertanyaan dan
diskusi.
|
Standar NCTM menjelaskan visi untuk matematika sekolah
yang didasarkan pada asumsi-asumsi berikut:
1.
Pengajaran
tradisional yang mengabaikan fakta bahwa pengetahuan muncul dari
masalah-masalah itu perlu diperbaiki, yaitu bahwa pengetahuan sering muncul
melalui pengalaman dari permasalahan. Di sini siswa dapat memahami perlunya
konsep dasar yang kuat untuk membangun pengetahuan mereka dilain waktu.
2.
Anak-anak
adalah individu yang aktif membangun, memodifikasi dan mengintegrasi ide-ide
dengan interaksi melalui dunia fisik, materi dan anak-anak lain.terlihat jelas
bahwa belajar matematika harus menjadi proses yang aktif.
Artikel ini menerima konstruktivisme sebagai teori
pengatahuan matematika yang didasarkan pada sejarah dan aspek empiris
matematika. Ide inti teori ini adalah bahwa perkembangan pengetahuan individu
didasarkan pada interaksi dengan orang lain dan dunia. Teori ini sesuai dengan
teori konstruktivisme dari Vygotsky. As Rusto menunjukkan bahwa pengetahuan
matematika , seperti semua pengetahuan yang merupakan pengalaman orang dalam
interaksinya dengan lingkungan, budaya dan sejarah.
Menurut Toumasis, sebaiknya mengajarkan matematika di
kelas disesuaikan dengan metode “proff and refutation” dari Lakatos,
menunjukkan kepada siswa kesulitan, kesalahan, tebakan, kegagalan, halangan
yang kemudian masuk kepenciptaan dan pencapaian bentuk yang sekarang.
Matematika harus diajarkan dan dipelajari sebagai konstruksi progresif untuk
menghadapi masalah-masalah praktis dan teoritis.
Oleh karena itu, gambaran ini menunjukkan penolakan
terhadap matematika apriori dan mengadopsi matematika empiris yang beranggapan
bahwa pengetahuan matematika dapat keliru, dapat direvisi dan berkembang. Hal
ini tentu saja merupakan pandangan utama dari filosofi fallibilis.
3.
Problem
solving harus menjadi fokus utama dalam kurikulum matematika.
4.
Mengidentifikasi
pola merupakan strategi pemecahan masalah yang kuat. Siswa didorong untuk
memvalidasi dugaannya dengan membangun argumen pendukung.
5.
Penalaran
induktif dan deduktif diperlukan setiap individu dalam bidang matematika.
6.
Standar
ini mengusulkan bahwa pengorganisasian fakta geometri dari penalaran deduktif
sebaiknya dikurangi, sedangkan penalaran induktif dan deduktif harus diperkuat.
7.
Standar
ini tidak mendukung studi formal kalkulus di SMP dan SMA untuk semua siswa,
bahkan mahasiswa yang tertarik pada kalkulus.
Pada tahun 1980, NCTM dalam “Agenda for Action”
merekomendasikan bahwa problem solving menjadi fokus matematika sekolah ditahun
1980-an. Menurut Polya, jika belajar matematika ada hubungannya dengan penemuan
matematika, siswa harus diberikan beberapa kesempatan untuk melakukan masalah
di mana ia pertama kali menebak dan kemudian membuktikan beberapa fakta
matematika pada tingkat yang sesuai. Pandanga Polya ini sejalan dengan Karl
Popper, yang berpendapat bahwa perkembangan pengetahuan ilmiah dimulai dengan
masalah kemudian mengikuti solusi tentatif, dugaan, kritik dan koreksi
kesalahan.
Menurut Popper, Polya dan Lakatos, proses penemuan
matematika tidak mengikuti prosedur-prosedur dari aksiomatik atau deduksi.
Sebaliknya, pendekatan deduktif digunakan untuk menunjukkan kebenaran dari
teorema tertentu setelah melalui latihan kreativitas, intuisi matematika, dan
penalaran induktif.
8.
Standar
kurikulum menyajikan tampilan lingkungan kelas yang dinamis. Siswa harus aktif
melakukan aktivitas matematika.
9.
Pendekatan
instruksi berimplikasi pada peran guru. Guru harus mengapresiasi saran dari
siswa dan mengevaluasinya. Guru sebagai fasilitaor, mediator, evaluator bukan
otoritator.
10. Pentingnya belajar aktif oleh anak-anak memiliki pengaruh
yang banyak bagi pendidikan matematika. Guru perlu menciptakan lingkungan yang
mendorong anak untuk mengeksplor, mengembangkan, menguji, diskusi dan
menerapkan ide-ide.
Berdasarkan penjelasan di atas, Toumasis menyimpulkan
bahwa standar NCTM dan pedagogi matematika lebih mengacu atau mendasar kepada
filosofi Fallibilis.
No comments:
Post a Comment