Wednesday, 17 February 2016

Teori Perkembangan Anak


Teori Perkembangan Anak
Jeanete yoan N

a.       Piaget’s Constructivist View of Cognitive Development
Teori Piaget sering digambarkan sebagai pandangan konstruktivist. Menurut konstruktivist, orang-orang menginterpretasikan lingkungan mereka dan pengalaman akan pengetahuan dan pengalaman mereka. Orang-orang tidak dengan mudah mengambil kenyataan eksternal dan membangun sesuatu yang tidak berubah, tiruan objek atau kejadian yang pasti. Sebaliknya, mereka membangun (atau “mengkonstruksi”) pemahaman dan pengetahuan individual mereka. Bagi Piaget, sifat dasar pembangunan pemahaman untuk kesadaran adalah scheme. Suatu scheme adalah sebuah pengorganisasian pola pikir atau tindakan. Ini merupakan konsep yang luas dan dapat merujuk pada pola teroganisir dari tindakan fisik atau tindakan mental.
Individual schema dimodifikasi, dikombinasikan dan diatur ulang menjadi struktur kognitif yang lebih kompleks dalam interaksi anak dengan lingkungannya. Cara kita berinteraksi dengan lingkungan tidak acak. Tiga proses umum yang menuntun interaksi kita yaitu: organisasi, adaptasi dan reflective abstraction.
Organisasi adalah kecenderungan dari semua spesies untuk meningkatkan  koherensi dan membentuk kesatuan. Ambil contoh tubuh manusia. Sel membentuk system dari material subselular. Dan sel membentuk tissues, tissues membentuk organ-organ, organ membentuk system organ dan system organ membentuk organisme. Piaget percaya bahwa kecenderungan untuk mengatur juga berlaku pada level psikologi-bahwa orang mencoba untuk mengorganisasikan pengetahuannya ke dalam system yang koheren. Ini menjelaskan kenapa kamu kadang mendapati dirimu memikirkan sesuatu yang tidak masuk akal untukmu ketika kamu menemukannya meskipun kamu tidak bermaksud atau ingin memikirkannya.
Dalam biologi, kata adaptasi merujuk pada kecenderungan setiap spesies untuk melakukan modifikasi dalam rangka bertahan hidup dan sukses dalam lingkungan. Dalam perkembangan kognitif, adaptasi berarti mengubah suatu struktur kognitif atau suatu lingkungan (atau kadang keduanya) untuk lebih memahami lingkungan dengan lebih baik. Langkah dalam adaptasi: seorang anak berpindah dari asimilasi melalui disequilibrium kognitif, akomodasi dan equilibrium kognitif kemudian kembali pada asimilasi yang baru.
Asimilasi merupakan proses membawa objek atau infomasi baru kedalam skema yang sudah ada. Akomodasi merupakan proses memodifikasi skema yang lama, atau membentuk skema yang baru agar lebih cocok dengan informasi asimilasi. Piaget mengatakan bahwa kita mencoba mengerti pengalaman baru dengan mengasimilasikan mereka ke dalam skema atau struktur kognitif yang sudah kita punya. Jika asimilasi tersebut tidak terbentuk dengan lengkap, ada ketidakseimbangan antara pengalaman baru dan skema yang lama. Piaget menggambarkan ketidakseimbangan ini sebagai sebuah keadaan dari kognitif disequilibrium. Untuk menyelesaikannya, kita mengakomodasi, atau menyesuaikan, skema kita untuk menghasilkan kecocokan yang lebih baik untuk pengalaman baru itu. Jika kita berhasil, kita mencapai kognitif equilibrium.
Proses terakhir yang menuntun pemikiran kita adalah reflective abstraction. Dalam reflective abstraction kita memperhatikan sesuatu dalam lingkungan kemudian merefleksikannya. Disini, kita berusaha untuk menghubungkannya dengan struktur kognitif kita. Hasil dari refleksi adalah kita memodifikasi struktur kognitif kita.

b.      Piaget’s Stages of Cognitive Development
Menurut Piaget, anak-anak bertumbuh melewati 4 tahap perkembangan kognitif. Masing-masing tahap meliputi beberapa keterampilan dan keterbatasan, seperti disimpulkan dalam table dibawah ini:
Tahap kognitif
keterbatasan
Prestasi
Sensorimotor thought: baru lahir hingga 2 tahun
1.    Tidak memiliki gambaran pemikiran; bayi tidak dapat membentuk symbol-simbol internal di awal tahap ini
2.    Di awal tahap ini masih kurang memiliki ketetapan objek
1.    Representasional, pemikiran simbolik berangsur-angsur muncul sebagai kemajuan tahap ini
2.    Ketetapan objek berkembang sebagai kemajuan tahap ini
Preoperational thought: 2 tahun hingga 7 tahun
1.       Logika intuitif menuntun pada egosentrisme, penjiwaan, peniruan, dan sebuah ketidakmampuan untuk menggunakan lebih dari bentuk logika objektif
2.       Skema tidak dapat dibalik, tidak operational
3.       Anak-anak gagal dalam tugas-tugas konservatif karena konsentrasi, focus pada hasil akhir dan kekurangan reversibilitas
Representasi mental dan simbol berjalan baik dan terlihat dalam Bahasa, seni dan permainan
Concrete operational thought: 7 hingga 12 tahun
Logika terbatas pada hal-hal yang konkret, material yang nyata dan pengalaman
1.    Pemikiran logis lebih objektif, memenuhi keterampilan seperti kelas inklusi dan transitif
2.    Skema dapat dibalik, operational
3.    Anak-anak melewati masalah konservasi dalam kaitannya dengan decentrasi, fokusnya pada transformasi dinamis, reversibilitas
Formal operation thought: 12 tahun ke atas
Egosentrisme remaja terlihat dalam penonton khayalan dan kebohongan pribadi
1.       Timbul hipotetikal-deduktif reasoning
2.       Pemikiran abstrak muncul


c.       Vygotsky’s Sociocultural View of Cognitive Development
1.       Vygotsky’s general genetic law
Any function of the child’s cultural development appears twice, or on two planes. First it appears on the social plane, and then on the psychological plane. First it appears between people as an inter psychological category, and then within the child as an intra psychological category. This is equally true with regard to voluntary attention, logical memory, the formation of concepts, and the development of volition. (1981, p. 163)
Jadi, menurut hukum Vygotsky, perkembangan kultural anak dimulai dari perkembangan social dan kemudian pada perkembangan psikologinya. Dengan demikian, Vygotsky meneliti perkembangan kemampuan berbicara dan hubungannya pada kemampuan berpikir karena kemampuan berbicara memiliki dua fungsi, di satu sisi Bahasa merupakan alat psikologi yang membantu seseorang untuk membentuk fungsi mental yang lain, di sisi lain kemampuan berkomunikasi itu sendiri merupakan salah satu dari fungsi mental. 
2.       Proses internalisasi menurut Vygotsky
Vygotsky melihat internalisasi sebagai rekonstruksi internal dari operasi internal. Dia mengambil sebuah contoh proses internalisasi dalam perkembangan menunjuk. Awalnya, itu hanya sebuah usaha memegang sesuatu yang gagal. Anak tersebut berusaha untuk memegang sebuah benda yang ada dalam jangkauannya. Tangannya dijulurkan dan jari-jarinya membentuk gerakan menggenggam. Bagaimanapun, situasi ini berubah secara fundamental ketika ibunya mengartikan usahanya sebagai tanda komunikasi dan memberikan objek itu padanya. Si anak kemudian belajar untuk menunjukkan perilaku menunjuk ini pada orang lain daripada objeknya. Pada tahap ini, si anak menggunakan tanda eksternal karena itu memiliki arti pada orang lain. Pada akhirnya, anak ini sendiri dengan sadar mengerti arti dari perilakunya dan itu pada titik ini menjadi “perilaku seseorang”. Dari situlah, ini menjadi alat psikologi.
Dari contoh diatas, dapat dilihat bahwa internalisasi terdiri dari sebuah runtutan transformasi:
a.       Sebuah operasi yang awalnya merepresentasikan sebuah kegiatan eksternal direkonstruksi dan mulai menjadi internal
b.      Sebuah proses interpersonal (antara manusia) ditransformasikan menjadi intrapersonal (di dalam seseorang)
c.       Transformasi ini adalah hasil dari runtutuan kejadian perkembangan yang panjang.
3.       Zona perkembangan proximal atau dengan kata lain zona perkembangan setelah atau perkembangan terdekat
Menurut Vygotsky, zona perkembangan proximal adalah jarak antara level perkembangan sebenarnya, yang ditandai dengan kemampuan memecahkan masalah sendiri, dan level perkembangan potensial, yang ditandai dengan kemampuan memecahkan masalah dibawah tuntunan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Vygotsky membagi level perkembangan menjadi dua: level perkembangan sebenarnya, dimana seseorang dapat melakukan sesuatu sendiri, dan level perkembangan potensial dimana seseorang dapat melakukan sesuatu dengan bantuan orang lain.
Vygotsky melihat belajar meliputi interaksi social yang mendorong anak masuk ke dalam zona pengembangan proximal yang memacu proses perkembangan yang baru. Disana, proses baru dipraktekan sampai tejadi internalisasi dan menjadi bagian dari daftar kemampuan independennya. Dengan demikian, zona perkembangan proximal dapat diartikan sebagai sebuah level perkembangan yang melebihi fungsi anak sekarang. Disana, anak menghadapi alat kebudayaan yang baru, yang dipraktekan dalam interaksi social dengan banyak anggota perkumpulan yang sudah berpengalaman sampai alat kebudayaan tersebut menjadi bagian dari fungsi independen anak.
4.       Scafolding dan fungsinya
Scafolding adalah proses dimana seorang dewasa menyediakan dorongan untuk seorang anak belajar untuk menguasai suatu masalah. (Bruner, 1978; Wood, Bruner, & Ross, 1976, Wood & Middleton, 1975). Dalam scaffolding, orang dewasa memberikan tugas yang elemen-elemennya diluar kemampuan anakpada awalnya. Ini memungkinkan anak untuk mengikuti strategi aktivitas tanpa betul-betul mengerti dengan jelas. Wood, Bruner dan Ross mendaftrkan 6 fungsi scaffolding yang mungkin dibawa oleh orang dewasa yang membantu anak dalam tugasnya:
a.       Rekrutmen
Orang dewasa harus menggunakan ketertarikan anak pada awalnya dan setia pada syarat tugas tersebut. Semakin muda si anak, semakin penting fungsi ini dilakukan
b.      Mengurangi derajat kebebasan
Ini meliputi menyederhanakan tugas menjadi bagian-bagian tugas. Sang anak diijinkan untuk berkonsentrasi melakukan bagiannya sementara orang dewasa menyelesaikan sisanya.
c.       Memelihara bimbingan
Ini meliputi menjaga tujuan dari tugas tersebut sebelum anak cenderung untuk menyimpang pada tujuan lain. Fungsi ini juga meliputi mempertunjukkan antusiame dan perasaan haru untuk menjaga motivasi anak sebaik membesarkan hati anak untuk pindah dari tugas aspek diluar kemampuannya yang sudah dia kuasai ke langkah berikutnya.
d.      Menandai segi kritis
Orang dewasa menekankan beberapa bagian istimewa yang relevan dari tugas
e.      Control frustasi
Orang dewasa membantu anak mengatasi frustasi dengan “wajah yang baik” untuk kesalahan atau memanfaatkan “keinginan untuk menyenangkan hati” anak.
f.        Demontrasi
Ini meliputi memperhatikan lebih dari hanya sekedar menampilkan solusi pada saat anak hadir. Ini juga meliputi menirukan dalam bentuk yang ideal sebuah solusi yang dicoba (atau diasumsikan untuk dicoba) oleh anak. Ini memberikan kesempatan pada anak untuk menirukan kembali dalam bentuk yang lebih tepat. Anak rupanya hanya menirukan aktivitas yang dapat mereka lakukan secara wajar
5.       Reciprocal teaching
Tujuannya:
Membantu guru menggunakan dialog pembelajaran yang dikolaborasikan untuk mengatur percakapan dari bahan pembelajaran di kelas.
Dalam reciprocal teaching, kelompok kecil dan gurunya berdiskusi tentang bagian kecil dari suatu teks bacaaan. Diskusi itu difokuskan ke penggunaan 4 strategi, prediksi, bertanya, menyimpulkan dan mengklarifikasi. Strategi ini dipilih untuk beberapa alasan:
1.       Itu adalah aktivitas yang dilakukan oleh pembaca yang baik, tapi tidak untuk pembaca yang buruk
2.       Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengimprovisasikan bacaan dan untuk mengerti
3.       Strategi ini menuntun mereka sendiri dengan baik untuk scaffolding sebuah dialog kolaborasi
Reciprocal teaching menuntun pada internalisasi strategi oleh anak.

2.       Kategori Matematika yang Dipelajari Anak Waktu Bermain
1.       Classification (Pengklasifikasian)
Kategori ini termasuk mengelompokan, menyortir, atau mengkategorikan sifat-sifat yang sama. Contoh: seorang anak membersihkan permainannya dengan cara mengambilnya satu per satu dan menempatkannya dalam kotak yang berisi permainan yang sama ukuran dan bentuknya. Ada yang mengambil boneka plastik dan menyusunnya sesuai jenis dan warnanya.
2.       Magnitude (besar/jarak)
Kegiatan anak dalam kategori ini  adalah menggambarkan atau membandingkan ukuran suatu objek
Contoh: anak yang dibagikan makanan akan berkata satu dengan yang lainnya “punyaku lebih banyak!” “kueku lebih besar darimu”.
3.       Enumeration
Meliputi menyebutkan bilangan, menghitung, mengenal secara instan angka suatu objek (disebut subitizing dalam matematika), atau membaca atau menuliskan angka-angka.
Contoh: 3 orang anak membuat gambar tentang keluarga mereka dan saling bercerita tentang berapa bnyak kakak atau adik yang mereka punya dan berapa umur mereka.
4.       Dynamics (mempelajari gerak)
Meliputi menaruh benda bersama-sama, memisahkan mereka atau mengeksplorasi gerakan-gerakan seperti melempar.
Contoh: beberapa anak perempuan memipihkan bola clay, memotongnya dan membuat ‘pizza’, atau belajar masak memasak.
5.       Pola dan bentuk
Mengidentifikasi atau membentuk pola atau bentuk, atau mengeksplorasi properti geometri.
Contoh: seorang anak menggambar wajah boneka dengan cara membuat lingkaran untuk wajah, mata, persegi untu hidung dan mulut. Atau contoh lain permainan menyusun balok. Seorang anak menyusun  sebuah balok dobel sebagai dasar, kemudian menambahkan  dua unit balok pada unit balok dobel tadi dan menyusun lagi triple unit balok ditengahnya, membangun struktur simetris.
6.       Spatial relation (perbandingan ruang)
Kategori ini meliputi mendeskripsikan atau menggambarkan lokasi atau arah.
Contoh: Anak A bertanya pada temannya si B dimana B melihat kepingan permainan A yang tercecer. “Disana” B menunjuk tempat dia melihatnya. Si A pergi kesana dan bertanya lagi “dimana?”  si B menjawab “di bawah, sebelah kiri, bukan, disebelah lagi” begitu seterusnya sampai A menemukan yang dicari.

a.       Mathematization
Pengalaman sehari-hari ini membentuk sebuah intuisi, fondasi konseptual untuk matematika. Kemudian, anak-anak mengelaborasi ide ini-membentuk model-model dari ativitas sehari-hari dengan objek matematika, seperti angka dan bentuk; terlibat dalam kegiatan matematika seperti berhitung atau mengubah bentuk; dan menggunakan matematika untuk membangun bangunan/kerangka. Proses ini yang disebut “Mathematization”

b.      Perkembangan dari Perbedaan Tipe Permainan
Anak-anak terlibat dalam permainan yang berbeda sesuai perkembangan mereka.
1.       Sensorimotor play
Meliputi mempelajari dan mengulangi rangkaian tindakan, seperti menghisap, menyerap, menepuk, atau menuangka air. Ini terjadi 50% pada anak berumur dua tahun keatas, 33% dibawah lima tahun, dan 14% memasuki umur 6 atau 7 tahun.
Contoh:
Anak-anak suka melompat, berbaris dan bernyanyi. Aktivitas ini – campuran sensorimotor dan proses simbolic- membangun rangkaian kegiatan dasar dalam konsep matematika yaitu pola.  Anak yang lebih tua bernyanyi “Up!” (ketika mereka melompat), “down” (saat mereka turun), “up, down; up,down,” membentuk sebuah pola hubungan antara gerakan dan kata-kata. Musik dapat membantu memperdalam pola ini.

2.       Symbolic or Pretend Play
Timbul saat anak berusia sekitar 15 bulan dan berkembang disepanjang usia sebelum masuk sekolah. Ada 3 tipe simbolic play, yaitu:
a.       Constructive play
Anak –anak memanipulasi objek untuk membuat sesuatu. 40% pada permainan anak umur 3 tahun dan 50% pada anak umur 4 sampai 5 tahun. Seperti namanya, anak=anak juga membangun ide dan strategi matematika.
Contoh:
Anak-anak yang belum sekolah terlibat dalam ritme dan pola musikal seperti lompat tali sambil bernyanyi. Jika dipandu dengan baik, mereka dapat menambahkan pola yang lebih kompleks seperti “tepuk tangan, tepuk tangan, menampar”  pada pengulangan mereka. Atau bisa juga sambil berhitung.
Contoh lain adalah mengkombinasikan permainan, matematika dan fisika. Mengganti tinggi sebuah jalur untuk melihat seberapa cepat sebuah mobil-mobilan dapat melaju atau seberapa jauh jarak yang ditempuh memberikan sebuah fondasi dari eksplorasi dan pengertian fungsi relasi. Semakin curam jalurnya semakin cepat mobil-mobilan tersebut melaju.
b.      Dramatic Play
Meliputi mensubstitusikan beberapa situasi khayalan ke lingkungan anak. Permainan ini bisa sendiri, paralel, atau dalam kelompok, yang oleh Smilansky dinamakan sociodramatic play.
Contoh:
Permainan jadi pembeli dan penjual yang dilakukan orang dewasa dan anak-anak  atau anak-anak dalam kelompok. Dengan bantuan orang dewasa, seting sosiodramatic play itu memberikan tiga tingkat berpikir matematika. Berhitung, mempelajari nilai tempat (berapa uang yang dibutukan untuk membeli sesuatu yag diinginkan), mempraktekkan aritmetika.
c.       Games with rules
Meliputi penerimaan sedikit demi sedikit pengaturan sebelumnya, peraturannya kadang berubah-ubah. Game play lebih terstruktur dan terorganisasi dibandingkan sociodramatic play.  Dimainkan oleh anak berumur 4 sampai 7 tahun.
Contoh:
Permainan seperti Memori menggunakan struktur yang berbeda yang mendorong siswa untuk menggunakan strategi ingatan dan pengalaman dengan arrays (baris dan kolom). Anak-anak harus didorong untuk melapor ketika mereka mendapat pasangan yang cocok dan bagaimana mereka tahu dimana menemukannya. Versi komputer dapat membantu memotivasi permainan tersebut, dimana pengguna memainkannya sendiri atau berpasangan.
Permainan yang baik membangun lebih dari konsep dan keterampilan. Mereka mendorong siswa untuk mengikuti dan mencoba multiple strategi, untuk mengkomunikasikannya, untuk menegosiasikan aturan dan artinya, untuk bekerja sama dan untuk memberi alasan. Orang dewasa harus mendorong siswa untuk mendiskusikan dan mengevaluasi strategi mereka, mempertimbangkan pendekatan yang baru dan solusi-solusinya.
c.       Mathematical Play
Mathematical play berarti bermain dengan matematika itu sendiri.
Contoh:
Nita bermain dengan boneka-bonekanya. Ketika dia memberi nama “saudara” untuk mengidentifikasi mereka, dia menggunakan matematika dalam permainannya. Tapi, ketika dia memutuskan untuk menamai mereka dengan “lima” dan “tujuh” kemudian “tiga” dan “empat”, dia bermain dengan notasi sebagai koleksi  objek. Dia juga menghitung tidak hanya bonekanya tetapi juga angkanya. Dia berhitung dengan kata”tiga, empat” untuk melihat 2 boneka yang hilang. Dia bermain dengan ide bahwa kata-kata hitungan itu sendiri dapat dihitung.

d.      Peranan Guru dan Orang Dewasa
Guru dan orang dewasa dapat mendukung perkembangan matematika dalam permainan dengan menyediakan lingkungan yang mendukung dan ikut campur tangan dengan sewajarnya. Berikut ini beberapa cara yang dikemukakan dalam jurnal:
1.       Mengamati permainan anak-anak
Ketika kita tidak melihat banyak bentuk –bentuk baru dalam permainannya, bagikan buku yang mengilustrasikan pengaturan baru atau gambar-gambar baru. Ketika melihat anak-anak membandingkan bentuk, tawarkan bentuk-bentuk lain yang dapat diukur strukturnya oleh anak-anak.
2.       Campur tangan sewajarnya
Strategi yang berguna adalah untuk bertanya apakah interaksi sosial dan berpikir matematikanya berkembang atau tidak. Jika berkembang, cukup mengobservasi dan membiarkan anak sendiri. Ketika mathematikal thinking melenceng, guru dapat mendiskusikan bersama seluruh kelas dan mengklarifikasinya.
3.       Jadwalkan waktu yang lebih lama untuk bermain.
Sediakan lingkungan yang baik dan alat-alat, meliputi alat-alat tersusun, seperti balok-balok, yang dapat menimbulkan berpikir matematik.

3.       Math and Play : age by age
a.       Birth to 2 years: Sensorimotor play
Permainan sensorimotor awalnya mungkin terlihat jauh hubungannya dengan matematika. Namun, ada banyak aktivitas sensorimotor yang dapat menyediakan dasar, atau pengalaman langsung dengan, ide-ide matematika.
Apa yang dapat dilakukan:
·         Beri tekanan pada pola
Dalam permainan China “open-close”, guru berulang kali membuat dan membentuk tangan bayi menjadi sebuah kepalan ketika dia berkata “close” dan membukanya ketika dia berkata “open.” Dengan anak yang belajar berjalan, meniru apa yang dilakukan anak ketika mereka bermain dengan block, pasir, atau air dan kemudian menambahkan variasi tambahan, menambahkan explorasi matematika awal.

·         Kenalkan pola ritmik.
Anak kecil senang melompat, bernyanyi atau berbaris, dan sering dalam pola. Aktivitas tersebut membangun urutan gerakan yang dapat menjadi dasar konsep pola matematika. Music dapat membantu memperdalam pola ini.
b.      15 bulan: Symbolic or pretend play emerges
Symbolic play penting bagi perkembangan keterampilan matematika nantinya.
Apa yang dapat diperbuat:
Ajak anak untuk mengatur meja dalam area dramatic play
Kenalkan korespondensi satu-satu, berhitung dan penyortiran. Seorang anak berumur 2 tahun mungkin mengatur meja dengan piring mainan, alat makan dan makanan plastic, meniru bagaimana dia hidup. Seorang anak 3 tahun mungkin menggunakan potongan kayu yang ceper untuk piring dan  blok silinder untuk sebuah gelas. Seorang anak 4 atau 5 tahun mungkin membayangkan hidangan dan memainkan peran dari anggota keluarga dengan interaksi dan plot.
c.       2 sampai 3 tahun: parallel play emerges
Anak bermain sebelah menyebelah, sadar akan masing-masing dan saling mengamati. Ketika mereka tidak meliha orang dewasa untuk bermain bersama, mereka sering bermain di dekat satu sama lain.
Apa yang dapat dilakukan:
Dengan anak  yang belajar berjalan, tirulah apa yang dilakukan anak. Ketika mereka bermain dengan blok, pasir atau air, dan kemudian secara perlahan tambahkan variasi-variasi. Ini menimbulkan eksplorasi matematika.
d.      3 sampai 5 tahun : group play emerges
Apa yang dapat diperbuat:
Sertakan anak dalam aktivitas kelompok yang besar, seperti Simon Says dan games verbal yang lain. Permainan seperti “I Spy” atau “Thinking of a Number” menajamkan pengetahuan anak tentang atribut dan pembuktian logis.
e.      4 hingga 7 tahun: children participate in game playing
Anak kecil bermain dalam sebuah improvisasi, dengan ide peraturan yang samar. Untuk anak yang lebih tua, aturan ditentukan sebelumnya dan perubahan tentangnya harus disepakati. Permainan seperti itu adalah tanah subur untuk pertumbuhan mathematical reasoning, terkhususnya strategic reasoning, autonomy dan independensi.
Apa yang dapat diperbuat:
Kenalkan permainan dengan kartu bernomor untuk menyediakan pengalaman dengan berhitung dan membandingkan. Permainan kartu seperti compare, odd card dapat digunakan atau diadaptasikan untuk belajar matematika dan reasoning.

4.       Home-School Conections
Berikut ini adalah beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh orang tua dirumah untuk mendukung pembelajaran matematika.
a.       Bermain dengan banyak perbedaan tetapi dengan objek yang biasanya.
Anak-anak memperkuat imaginasi mereka ketika mereka bermain dengan objek yang biasa. Banyak dari mereka memiliki properti geometri yang menarik. Sebagai contoh, beberapa objek berbentuk silinder, seperti gulungan sebet kertas atau gulungan kertas toilet, dapat dipakai untuk melihat, digulung dan digunakan untuk merepresentasikan objek seperti Menara di sebuah kastil. Semua aktivitas ini mengembangkan dasar pemahaman bentuk tiga dimensi.

b.      Bermain dengan objek yang sama dalam cara yang berbeda
Kreativitas dan pemikiran ditingkatkan jika anak bermain dengan objek yang sama dalam cara yang berbeda. Ketika sebuah kotak adalah container, kemudian menjadi rumah, kemudian tangga, kemudian dipotong menjadi jalur mobil-mobilan, anak melihat hubungan antara bentuk, objek nyata dan fungsi yang disediakan oleh mereka.
c.       Bermain dengan mainan yang sama terus menerus.
Beberapa material sangat menguntungkan hingga semua anak harus bermain dengannya terus menerus selama tahun-tahun pertama mereka. Block untuk semua umur, Duplos, dan Legos, pada umur yang tepat, data mendorong anak membangun struktur, belajar tentang bentuk dan mengkombinasikannya, membandingkan bentuk dan berhitung. Mereka juga belajar untuk membangun imajinasi mental, perencanaan, alasan dan menghubungkan ide-ide. Permainan pasir dan air tak terhingga nilainya untuk mempelajari fondasi konsep mengukuran. Membentuk pola dan desain dengan tali manik-manik, block dan susunan kertas membangun ide geometric dan pola. Puzzle memperkuat pemikiran tentang ruang/tempat dan komposisi objek.
d.      Ingatlah selalu bahwa sedikit itu lebih (keep in mind that less is more)
Objek sehari-hari dapat menyenangkan seperti bermain dengan permainan yang membangun terus menerus. Akan tetapi, membeli banyak sekali tipe mainan komersial yang berbeda dapat mengurangi kreativitas dan pemikiran matematikal anak. Sedikit dapat menjadi lebih banyak! Menukar mainan menjaga minat anak.
e.      Hitunglah tindakan bermainmu.
Banyak games dan aktivitas bermain bisa memakai perhitungan. Berapa banyak kamu melambungkan balon di udara sebelum dia menyentuh tanah? Berapa banyak kamu dapat melompati tali?
f.        Play games
Permainan kartu, permainan computer, permainan papan dan semua yang lainnya membantu anak mempelajari matematika. Mereka menghitung titik pada kartu atau ruang untuk bergerak. Menghitung membantu mereka menghubungkan satu gambaran angka ke yang lainnya. Mereka belajar secara instan mengenali pola bilangan, seperti pola titik pada dadu atau domino. Beberapa permainan melibatkan penggunaan timer. Consentration dan Bingo melibatkan matching. Checkers dan Candy Land melibatkan ruang dan lokasi.
g.       Play active games
Beanbag tossing, hopscotch, bowling dan game serupa melibatkan gerak dan jarak. Banyak game melibatkan angka dan perhitungan untuk menjaga skor juga. Permainan seperti “mother may I?” melibatkan kategori gerak. “Follow the leader” data dimainkan menggunakan konsep mathematika seperti mengumumkan kamu akan mengambil 5 langkah lebar ke belakang kemudian dua langkah kecil ke samping.
h.      Discuss math playfully

Matematika akan timbul ketika orang tua membantuk anaknya melihat matematika dalam permainan mereka. Berbicara tentang angka, bentuk, simetri, jarak, sorting, dan sebagainya. Lakukkan itu dengan cara –cara yang lucu, komentari apa yang dilihat dalam konstructive play sang anak. 

No comments:

Post a Comment