Pengaruh
Keyakinan dan Pengetahuan Guru Terhadap Error-Handeling dalam Pembelajaran
Matematika
Dalam
proses pembelajaran semua guru dihadapkan pada
suatu keadaan bahwa mereka harus memutuskan bagaimana cara dan strategi dalam menyajikan materi pelajaran kepada siswa
mereka. Guru juga harus mempunyai
inisiatif dan kreatifitas dalam
menanggapi berbagai tanggapan siswa terhadap materi yang disajikan dalam
pembelajarannya.Keyakinan guru terhadap metematika juga sangat mempengaruhi
seorang guru dalam memberikan pembelajaran di kelas .Dalam pembelajaran di
kelas, keyakinan guru mengenai sifat matematika dan asumsi tentang ide guru
mengenai matematika akan mempengaruhi cara mereka dalam memberikan pembelajaran bagi siswa (Skemp, 1978; Sullivan & Mousley, 2001).
Hal senada juga diungkapkan Hers ( 1986:
13) yang dikutip oleh Thompson (1992) “konsepsi
tentang matematika akan mempengaruhi konsepsi bagaimana seseorang harus
menyajikan matematika. Pengetahuan guru tentang sifat matematika dan pandangan
guru mengenai matematika akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
praktek pembelajaran di kelas.
Berkaitan
dengan hal membuat keputusan untuk menentukan cara dan strategi dalam
pembelajaran, pengetahuan guru tentang materi pelajaran serta pemahaman guru
tentang cara berpikir siswa mengenai materi yang diberikan memegang
peran utama bagi guruBeswick (2012).
Kurangnya pengetahuanguru mengenai carasiswaberpikirdalam
materi pembelajaran akan mengakibatkan
siswa sulit untuk memahami materi pembelajaran. Pendapat ini diperkuat dalam
tulisanDina Tirosh (1998)yang mencontohkan bahwa dalam pembelajaran konteksaljabar, siswacenderung‘menggabungkan’ atau'menyelesaikan' bentuk aljabar. Misalnya, siswacenderunguntuk
menulisekspresi2x+3 sebagai5xatau 5.Hal ini menurutnya dikarenakan guru
kurang memahami dan kurang memperdulikan cara berpikir siswanya, sehingga guru
kurang memahami bagaimana siswa menangkap pembelajaran yang diberikan
sehingga pembelajaran itu dikatakan tidak berhasil. Perlu adanya suatu inovasi
strategi pembelajaran yang memberikan pemahaman konsepsisiswa
terkait dengan materi penyederhanaan bentuk aljabar. Sejalan dengan hal ini Dina Tirosh (1998) mengatakan bahwa
dalam pembelajaran aljabar ada beberapa program inovatif yang dapat
dikembangkan diantaranya function based, proses dan obyek ekspresi
aljabar, dan pendekatan yang membangun pada konteks atau situasi yang realistis. Franke, Kazemi, & Battey (2007) (dalam Bray (2011) mengatakan bahwa Guru dituntut untuk
mengatur pelaksanaan pembelajaran sehingga siswa dapat berbagi beberapa
strategi pemecahan masalah, menganalisis hubungan antara strategi, dan
mengeksplorasi kontradiksi dalam ide-ide siswa untuk memberikan wawasan yang
lebih besar fokus matematika . Dina Tirosh
(1998) juga mengatakan bahwa untukmeningkatkan
kesadarangurukebutuhan untukmenggunakan berbagaimetode, tergantung
padatujuanpengajaran, pemahaman siswa, danlainnya pertimbanganyang relevan. Dari dua pendapat di atas
maka penting kirannya seorang guru mempunyai pengetahuan tentang berbagai
strategi dan model pembelajaran yang dapat mengeksplor pengetahuan siswa.
Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa fokus
pada penanganan kesalahan ( error-handeling ) siswa merupakan salah satu langkah yang sangat produktif
untuk merangsang siswa berpikir tentang konsep dan prosedur matematika (Borasi,
1994; Kazemi & Stipek, 2001). Dengan mengamati kesalahan siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika akan menjadi dasar bagi seorang guru untuk memperbaiki cara
atau strategi yang diterapkan dalam pembelajaran.
Selama proses pembelajaran Matematika peran guru juga tidak dapat lepas dari tujuan pengajaran matematika itu sendiri. Manurut Ernest (1991) dalam tujuan pengajaran matematika guru harus memperhatikan berbagai karakter siswa dalam memahami materi sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Tujuan pembelajaran memberikan arah dan goal yang jelas dalam suatu pembelajaran.
Bray (2011)berpendapat bahwa pendidikan matematika difokuskan pada praktek pengajaran dan pembelajaran yang mendukung siswa dalam mengembangkan pemahaman konseptual matematika yang kuat. Hal ini mencerminkan pandangan konstruktivis belajar, para pendukung pembelajaran matematika berbasis reformasi percaya bahwa anak-anak secara aktif membangun struktur pengetahuan dan pemahaman pribadi secara lebih terorganisasi dengan Refleksi dan penalaran pengalamannya terkaitan dengan sebelum pengetahuan dan segera konteks mereka ( Carpenter & Lehrer (1999); NCTM (2000); von Glasersfeld (1996)). Pengetahuan siswa yang dibangun dengan pengalaman siswa akan menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam menyelesaiakan masalah matematika. Realitas yang berbeda dari siswa dan konstruksi pengetahuan yang ada menjadi titik awal untuk mendukung konseptual, berbasis reformasi instruksi (Wood, Cobb, & Yackel, 1995). Dengan pegetahuan yang dihubungkan dengan realita yang terjadi di sekitar siswa akan membangun konsep matematika dalam diri siswa . Peranan guru disini bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi lingkungan dan pengalaman sehari-hari merupakan bahan masukan bagi siswa dalam mengkonstruk pengeatahuannya.
Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa strategi pengajaran yang membuat siswa berpikir matematika terutama terkait dari instruksi (Fraivillig, Murphy, & Fuson, 1999; Franke, Fennema, & Carpenter, 1997; Hiebert dkk., 1997; Kazemi & Stipek, 2001; Stigler, Fernandez, & Yoshida, 1996).Tugas yang mendukung pemikiran siswa dirancang untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghadapi permasalahan dengan menggunakan matematika sebagai alat pemecahan masalah dan bukan sebagai aturan / prosedur yang wajib diikuti Hiebert dkk.( 1997). Tugas yang berbasis Projek dengan penyelesaian masalah nyata yang diberikan guru di akhir pembelajaran guru dimaksudkan untuk mengukur pemahaman tentang materi yang diberikan dikaitkan dengan masalah sehai-hari . Hasil penelitian Hiebet.dkk.(1997)sering menjadi dorongan bagi siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika dengan cara mereka sendiri tanpa harus kaku dengan berbagai macam prosedur dan algoritma, dan lebih bersifat intuisif.Penggunaan media pembelajaran dan manipulasi sangatlah disarankan dalam pembelajaran dalam matematika.sejalan dengan pendapat (Hiebert dkk., 1997)dengan akses dan bantuan alat-alat yang mendukung berpikir matematika dapat menjadi dorongan bagi siswa untuk berpikir matematis. Muhlisrarini (2014)juga mengatakan bahwa peranan alat peraga dalam proses belajar mengajar salah satunya adalah untuk meletakkan ide-ide dasar konsep.Budaya sosial yang diciptakan di dalam kelas seperti penghargaan yang diberikan kepada siswa atas berbagai idedan metode, kesalahan yang diperlakukan sebagai kesempatan untuk belajar siswa, dan kebenaran berada dalam argumen matematika bukan dengan guru atau teks (Hiebert et al, 1997; Stipek et al, 1998).Kesalahan siswa dalam penyelesaian permasalahan matematika dapat dipergunakan bagi guru untuk mengidentifikasi cara berfikir siswa untuk menemukan solusi yang benar dalam penyelesaian masalah matematika.
A. Tujuan
Dalam tulisan ini akan di bahas bagaimana keyakinan dan
pengetahuan guru mempengaruhi cara guru menangani kesalahan (
error-handeling) siswa selama proses
pembelajaran matematika.
B. Pembahasan
Dalam praktek pembelajaran matematika di kelas guru tidak hanya sekedar memberikan materi saja, tetapi dituntut keterampilan dan penguasaaan terhadap karakteristik siswanya serta pemahaman tentang stategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat yang digunakan dalam membelajarkan materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa. Menurut Bray (2011)ada tiga unsur yang membentuk praktek pembelajaran matematika : (1) pengetahuan guru (2) keyakinan guru (3) pengalaman guru baik di dalam atau di luar kelas. Guru yang telah berpengalaman dalam mengajar akan memiliki pengetahuan dan kepedulian yang cukup tinggi untuk mengetahui dan memahami cara berpikir siswa. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya Dina Tirosh (1998) yang menunjukkan bahwa guru yang berpengalaman ( lebih dari 15 tahun) akan lebih memahami dan menyadari kesalahan siswa dalam memahami konsep penyederhanaan bentuk aljabar dibandingkan dengan guru pemula ( 1-2 tahun pengalaman mengajar).
Pengetahuan guru ( teacher’s knowledge)
Pengetahuan guru sangatlah penting untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan siswa dalam praktek pembelajaran yang diberikan. Borko dan Putnam (1996 ) (dalam Bray (2011)) telah mengidentifikasi tiga kategori utama pengetahuan yang mendukung pengajaran :
1. Pengetahuan pedagogis umum
pengetahuan tentang mengajar , pembelajar, dan pembelajaran. Pengetahuan ini termasuk pengetahuan tentang strategi yang efektif dalam perencanaan , rutinitas kelas , pelaksanaan pembelajaran , dan pengelolaan kelas , seperti pengetahuan tentang bagaimana anak-anak berpikir dan belajar .
2. Pengetahuan materi pelajaran
pengetahuan tentang fakta , konsep , dan prosedur , serta pengetahuan tentang konsep-konsep yang mendasari prosedur dan hubungan antara ide-ide matematika
3. Pengetahuan konten pedagogis
Shulman (1986) menjelaskan bahwa pengetahuan konten pedagogis meliputi, cara mewakilkan dan merumuskan subjek yang membuatnya dipahami dan pemahaman tentang apa yang membuat pembelajaran topik tertentu mudah atau sulit: konsepsi dan prasangka bahwa siswa dari berbagai usia dan latar belakang membawa dengan mereka untuk belajar dari orang-orang yang paling sering mengajarkan topik dan pelajaran. Grossman (1990) memasukkan pengetahuan tentang materi kurikulum dan kurikuler dalam pengetahuan konten pedagogis. Dari kedua pendapat dapat disimpulkan bahwa pengetahuan konten pedagogis meliputi pengetahuan cara merumuskan atau memberikan pemahaman kepada siswa agar dapat belajar matematika secara mudah dan medapatkan pemahaman mengenai materi sesuai dengan usia dan latar belakangnya, serta pengetahuan mengenai materi kurikulum dan kurikuler matematika.
Pengetahuan seorang guru matematika meliputi pengetahuan tentang matematika sebagai disiplin ilmu dan pegetahuan pedagogik yang meliputi pengetahuan mengenai karakteeristik siswa agara dapat memilih pendekatan dan strategi serta model pembelajaran yang tepat untuk membelajarkan matematika secara mudah kepada siswa .
Keyakinan guru ( teacher’s belief)
Keyakinan guru tentang matematika akan mempengaruhi penyampaian informasi yang diberikan guru dalam pembelajaran matematika di kelas. Setiap apa yang dikatakan oleh seoang guru maupun langkah yang diambil oleh seorang guru selama pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keyakinan guru tentang matematika. Thames dan phelps (2008) (dalam Beswick (2012)) mengatakan bahwa Keyakinan tentang matematika dapat dibedakan antara knowledge yang di dalamnya termasuk keyakinan tentang isi matematika dan pedagogi, sebagai pengetahuan matematika dalam pengajaran Matematika. Keyakinan guru dapat dikelompokkan menjadi keyakinan terhadap ilmu metematika, keyakinan terhadap siswa dan keyakinan terhadapcara mengajar guru . Beswick (2012) mentabelkan hubungan antara keyakinan guru terhadap disiplin ilmu Ernest (1989) , Keyakinan tentang mengajar matematika ( Van Zoest et.al, 1994), Keyakinan tentang belajar matematika ( Ernest, 1989) dan keyakinan tentang minat dan kemampuan siswaBeswick (2012). Menurut Ernest ada tiga kategori keyakinan guru tentang sifat matematika, yaitu (1) Instrumentalist, yaitu suatu pandangan yang melihat matematika sebagai “akumulasi fakta, keterampilan dan aturan yang akan digunakan dalam mencapai tujuan akhir (2) pandangan platonis, yaitu pandangan bahwa matematika adalah sebagai satu kesatuan tubuh yang statis, sudah ada pengetahuan dan menunggu penemuan. Dalam pandangan ini struktur pengetahuan dan interkoneksi antara berbagai topik itu sangat penting (3) problem solving, yaitu matematika dianggap sebagai penemuan manusia yang dinamis dan kreatif, yang penting adalah prosesnya dan bukan produk akhir. Hubungan kayakinan guru tentang disiplin, belajar dan mengajar matematika dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel kategori keyakinan
guru
Keyakinan tentang sifat matematika (
Ernest, 1989)
|
Keyakinan tentang mengajar matematika
( Van Zoest et.al, 1994)
|
Keyakinan tentang belajar matematika (
Ernest, 1989)
|
Instrumentalis
|
Konten difokuskan penekanan pada
kinerja
|
Keterampilan penguasaan , pasif
penerimaan pengetahuan
|
Platonis
|
Konten difokuskan penekanan pada
pemahaman
|
Aktif mengkonstruk pemahaman
|
Problem solving
|
Difokuskan pada siswa
|
Otonomi eksplorasi dari minat sendiri
|
Sumber: (beswick 2012: 40)
Pembelajaran matematika adalah pembelajaran problem solving yang berkembang menurut kebutuhan dan minat siswa. Pembelajaran Matematika difokuskan pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator dan menciptakan suasana untuk mengaktifkan siswa untuk membentuk konstruksi pemahamannya sendiri terhadap konsep matemtika melalui pengalaman dan kinerja . Konsepsi matematika yang paling konsisten dengan reformasi adalah melihat matematika sebagai disiplin dinamis difokuskan pada pemecahan masalahdengan berpikir kreatif, menemukan pola, dan penalaran logisBray (2011). Keyakinan guru tentang sifat matematika memiliki implikasi dengan bagaimana guru akan melihatdan menerapkan pendekatan matematika dalam mengajar (Lerman, 1983).Keyakinan Seorang guru tentang mengajar matematika merupakan pandangan filosofis secara pribaditerkait dengan tujuan yang paling diinginkan dari pembelajaran matematika, pendekatan dan penekanan instruksional, apa yang dimaksud dengan kegiatan matematika, serta peran guru dan siswa yang tepat terkait dengan instruksi pembelajaran (Thompson, 1992).
Dalam reformasi matematika , penekanan pada pemikiran siswa dan cara yang mendukung konstruksi pengetahuan matematika siswa sangat konsisten dengan orientasi konstruktivisdalam mengajar. Guru berperan adalah sebagai fasilitator belajar siswa dengan memberikan pertanyaan yang menyelidik dan membantu siswa untuk mengungkapkan kesalahpahaman dan pemahaman baru(von Glasersfeld, 1995). Selain itu, Cooney dan Shealy (1997) menunjukkanbahwa praktik pengajaran yang dianjurkan oleh para pendukung reformasi matematika guru untuk percaya bahwa berbagai perspektif dan solusi parsial berhargasecara instructional. Guru harus mengetahui proses berpikir siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya agar dapat menyusun langkah-langkah pembelajaran yang tepat. Siswa bukanlah botol kosong yang siap diisi ilmu sehingga penuh dengan berbagai ilmu pengetahuan .Menurut Fennema et al. (1996) guru yang sukses dalam pembelajaran matematika adalah guru yang dapat memahami cara berpikir siswa dan cenderung memegang keyakinan tertentu tentangsiswa mereka. Guru yang mempunyai keyakinan dan melihat bahwa anak-anak belajar dengan pengetahuan dan kemampuan matematika mereka untuk memperoleh pengetahuan baru dengan terlibat dalam suatu pemecahan masalah. Guru-guru ini percaya bahwa siswa mampu belajar tanpa instruksi langsung. Anak-anak adalah individu-individu yang aktif yang mengkontruksi, memodifikasi dan mengitegrasikan ide-ide mereka dengan berinteraksi dengan lingkungan, materi-materi, dan dengan anak-anak lainnya ( Standar’s NCTM, 1989) (dalam Toumasis (1997)).
Bray (2011) mengatakan bahwa Seorang guru yang memegang keyakinan tertentu yang selaras dengan reformasi matematika, bukan berarti akan bertindak dengan cara yang konsisten dengan keyakinannya.Empson dan Junk (2004) mengatakan dalam sebuah penelitian di mana guru mengungkapkan keyakinan bahwa menggunakan kesalahan siswa sebagai peluang untuk belajar adalah ide yang baik. Namun,tindakan yang dijelaskan oleh beberapa guru dalam menanggapi skenario pembelajaran tidak mencerminkan keyakinan yang dianutnya. Dalam hal ini Empson dan Junk menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan pemikiran matematika anak-anak dapat membatasi kemampuan guru untuk bertindak sesuai keyakinannya. Selain itu, Leatham (2006) menunjukkan bahwa guru dapat bertindak dengan cara-cara yang bertentangan dengan keyakinan yang dianut karena tujuan prioritas, hal ini akan tampak dalam instruksi yang duberikannya untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengetahuan dan keyakinan yang
dipegang oleh seorang guru, yang dii plementasikan dalam berbagai tindakan
selama proses pelaksanaan pembelajaran matematika ( dalam bentuk instruksi
matematika) pada akhirnya bertujuan untuk memberikan fasilitas kepada siswa
untuk dapat membumikan konseptual
matematika Bray (2011).
Dalam Bray (2011) dijelaskan bahwa untuk mengeksplorasi keyakinan guru dan pengetahuan matematika telah dilakukan survei yang dinamakan dengan Survei kepercayaan berbasis web ( IMAP ) (Mengintegrasikan Matematika dan Pedagogi). ( Ambrose , Phillip , Chauvot , & Clement , 2003). Dalam IMAP dilakukan dengan dua kali pegukuran Pengukuran Awal digunakan untuk membangun profil keyakinan dan pengetahuan guru sebelum mereka memiliki interaksi yang signifikan dengan materi kurikulum berbasis reformasi dan pengembangan profesional . Diharapkan bahwa interaksi dengan bahan kurikulum berbasis reformasi dan pengembangan profesional akan mendukung peningkatan kepercayaan dan pengetahuan sejalan dengan reformasi - matematika pedagogi, sehingga pengukuran akhir secara paralel dapat digunakan untuk mengukur perubahan tentang keyakinan dan pengetahuan yang dihasilkan melalui Data observasi kelas . IMAP dirancang untuk mengukur kepatuhan guru untuk tujuh keyakinan berikut ini:
Keyakinan 1: Matematika adalah web konsep dan prosedur yang saling terkait
(dan matematika sekolah harus, juga).
Keyakinan 2: pengetahuan seseorang tentang bagaimana menerapkan prosedur matematika belum tentu mendasaripemahaman konsep.
Keyakinan 3: Memahami konsep-konsep matematika lebih kuat dan
lebih generatif daripada mengingat prosedur matematika.
Keyakinan 4: Jika siswa belajar konsep-konsep matematika sebelum mereka belajar prosedur, mereka lebih cenderung untuk memahami prosedur saat mereka belajar konsep. Jika mereka mempelajari prosedur pertama, mereka belum dapat ditentukan telah mempelajari konsep-konsep.
Keyakinan 5: Anak-anak dapat memecahkan masalah dengan cara baru sebelum diajarkan bagaimana cara untuk memecahkan masalah tersebut. Anak-anak di tingkat dasar (SD) umumnya lebih memahami matematika yang memiliki strategi solusi yang lebih fleksibel daripada yang diharapkan orang dewasa.
Keyakinan 6: Cara-cara anak-anak berpikir tentang matematika umumnya berbeda dengan cara berpikir matematika seprti yang diharapkan orang dewasa. Misalnya, konteks dunia nyata mendukung pemikiran awal anak-anak sedangkan pemikiran simbolik tidak mendukungnya.
Keyakinan 7: Selama interaksi terkait dengan pembelajaran matematika, guru harus memfasilitasi/ memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk melakukan pemikiran sebanyak mungkin.
Catatan: Dari IMAP Keyakinan-Survey Berbasis Web (Mengintegrasikan Matematika dan Pedagogi).
Untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan gurudilakukan wawancara. Wawancara tentang pengetahuan guru dilakukan dengan wawancara semiterstruktur di mana guru merespons empat skenario pengajaran khusus yang sudah direncanakan. Skenario yang digunakan adalah skenario yang dikembangkan oleh Kennedy et al . (1993 ) dan Empson dan Junk ( 2004) , skenario ini meminta guru untuk mengantisipasi beragam cara anak-anak yang mungkin dalam memecahkan masalah tertentu, menginterpretasi karya siswa , dan menanggapi kesulitan siswa .
Skenario Kelas 1: Pengetahuan tentang Strategi tidak standar
Guru brainstorming, catatan, dan mendiskusikan strategi beberapa siswa yang mungkin digunakan untuk memecahkan masalah perkalian multidigit dengan melibatkan untuk menemukan jumlah kursi di 16 baris dengan 8 kursi per baris.
Skenario Kelas 2: Interpretasi Matematika Siswa Strategiesa
Guru diberikan tiga sampel proses pekerjaan siswa untukmasalah pembagian partitif di mana 24 anak-anak berbagi 8 pancake. Guru diminta untuk menggambarkan bagaimana setiap siswa muncul menjadi mendekati masalah dan mendiskusikan apa yang masing-masing strategi menunjukkan tentang pemahaman matematika siswa. Guru juga diminta untuk mengidentifikasi pertanyaan mereka dan meminta setiap siswa untuk menyelidiki dan memperluas idenya.
Skenario Kelas 3: Mengatasi dan Menghindari kesalahan Umum siswa b
Guru disajikan sampel pekerjaan kelas enam denganmenggunakan algoritma standar perkalian U.S. untuk masalah 645x123 tanpa mempertahankan kedudukan nilai-nilai dari perkalian parsial. Guru diminta untuk mendiskusikan bagaimana mereka mengatasi kesalahan dengan siswa kelas enam ini dan bagaimana instruksi dalam kelas tiga bisa dirancang sedemikian rupa sehingga siswa cenderung untuk membuat kesalahan seperti ini.
Skenario Kelas 4: Interpretasi dan Respon ke Terbantah Solutionc
Guru disajikan dengan pekerjaan siswa dan penjelasan dari solusi yang tidak sempurna yang tidak biasa untuk masalah pembagian 144 ÷ 8. Guru diminta untuk menjelaskan kesalahan dan apa yang menunjukkan tentang pemahaman matematika siswa. Kemudian, guru menjelaskan bagaimana mereka akan menanggapi siswa secara instructional.
a Masalah pancake dan hasil kerja siswa yang digunakan untuk skenario kelas 2 diambil dari Empson (2001).
bItem wawancara Skenario kelas 3 dari Kennedy, Ball, dan McDiarmid (1993).
c Item wawancara Skenario kelas 4 dari Empson dan Junk (2004).
Untuk menganalisis tanggapan guru pada IMAP survei keyakinan berbasis web, digunakan set rubrik yang menyertai survei yang diarahkan untuk mengevaluasi tujuh sasaran keyakinan yang dianggap sebagai fokus pengajaran matematika berorientasi reformasi (Mengintegrasikan Matematika dan Pedagogi). Keyakinan tersebut diukur dengan menggunakan skala likert dari 0 (tidak ada bukti kepercayaan) sampai 3 (bukti keyakinan kuat). Dari hasil wawancara dan di awal dan akhir tserta dikaitkan dengan pengetahuan tentang konsep perkalian dan pembagian yang beroientasi pada cara reformasi pembelajaran matematika, maka dapat di eksploarasi ada empat pengetahuan guru guru dalam proses belajar dan mengajar konsep matematika (dalam hal ini topik tentang pembagian dan perkalian):
1) Pengetahuan tentang konsep-konsep kunci matematika,
2) Pengetahuan tentang strategi siswa
3) Pengetahuan tentang strategi pengajaran ditampilkan untuk mendukung pengembangan pemahaman konseptual, dan
4) Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan matematika untuk menafsirkan karya siswa.
Hasil analisis IMAP menunjukkan bahwa di awal tahun terlihat tidak ada satupun dari 4 guru yang dipelajari memiliki profil keyakinan selarasBray (2011). Hal ini dapat dilihat lemahnya fakta atau tidak adanya bukti tenntang keyakinan guru bahwa anak-anak mampu memecahkan masalah matematika tanpa metode yang diajarkan (Keyakinan 5) atau bahwa interaksi guru-siswa harus memungkinkan siswa untuk melakukan sebanyak pemikiran yang mungkin (keyakinan 7).
Pada akhir tahun, ada bukti kuat terjadinya pergeseran yang signifikan menuju profil keyakinan selaras dengan reformasi berorientasi instruksi matematika, hal ini ditunjukkan tiga dari empat guru yang diteliti bergeser keyakinannya ( hasil dapat dilihat dari tabel berikut).
Dari hasil survey di atas, muncul keyakinan guru bahwa anak-anak mampu memecahkan masalah matematikatanpa ditampilkan metode tertentu, dan mereka tampaknyapercaya bahwa interaksi dengan anak-anak selama pembelajaran matematika harusmendorong siswa untuk melakukan sebanyak mungkin berpikir.
Hasil wawancara pengetahuan dengan menggunakan 4 skenario kelas yang berhubungan dengan instruksi perkalian dan pembagian digunakan untuk menyelidiki
pengetahuan guru tentang konsep-konsep kunci matematika, strategi mahasiswa, dan pengajaran yang mendukung koseptual, serta kemampuan guru untuk menggunakan pengetahuan matematika dalam menafsirkan karya siswa.
Hasil Temuan Dari Keyakinan dan Tindakan Pengetahuan bahwa tidak ada dari 4 guru yang diteliti secara konsisten mempunyai keyakinan kuat yang berorientasi- reformasi di awal tahun pelajaram. Pada akhir tahun pelajaran hasil survei menunjukkan bahwa semua guru kecuali Ibu Larsano membuat perubahan yang signifikan terhadap kepercayaan berorientasi- reformasi selama tahun ajaran. Sedangkan Hasil dari wawancara pengetahuan mengungkapkan bahwa Ms. Aria dan Ms. Rosena menunjukkan pengetahuan konseptual yang kuat tentang konsep-konsep matematika di kedua titik data ( keyakinan 5 dan 7), dengan pengetahuan yang relatif kuat dari pemikiran siswa dan strategi pengajaran konseptual. Meskipun Ms. Jarmin dan Ms. Larsano juga menunjukkan pertumbuhan selama setahun, bukti menunjukkan bahwa pengetahuan mereka untuk mengajar konsep-konsep matematika adalah relatif lemah.
Hasil temuan dari error-handeling dalam penelitian di kategorikan dalam 4 dimensi seperti dipaparkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Hubungan Dimensi dari praktek Error- Hadelling Guru dalam pembelajaran matematika denganKeyakinan Guru dan Pengetahuan Guru
Dimensi
|
Hubungandengankeyakinan guru
|
hubungandengan
pengetahuan guru
|
Guru berbedasejauh mana dalam
Menggunakan
“solusicacat”
Fokusuntuk seluruhkelas matematika.
|
· Beberapa guru menghindaripembahasansolusicacatkarenamerekapercayasiswaakanmalumemilikikesalahanmerekabersamapublikatau yangpenekananpadakesalahanakanmembingungkansiswa. · Guruyang sengajamemfokuskanpadasolusicacatpercayabahwaberfokuspadakesalahan yang memberi keuntunga untukbelajarbagi indi individudankelas.
|
Guru dapat menekankan pemahaman siswa akan konsep matematika berdasarkan analisis siswa terhadap solusi cacat yang diberikan siswanya.
Rutinitasdanskripuntukmengatur
KesalahanDiskusi
jugasangatmendukung
praktekini.
|
Guru berbeda sejauh mana caramenanggapi
Tentang kesalahansiswa dalam memperkenalkan pemahaman konsep.
|
Guru yang menekankan
konsepmatematika
lebihcenderungpercayabahwamemahamimatematika
konseplebihkuat
danlebihgeneratifdari pada
mengingatmatematika
prosedur.
|
· Guru denganpengetahuanmatematikasekolahyang lebihkuatlebihmungkinuntukmengantisipasikesalahansiswadanmenekankankonsepmatematikakarenamerekameresponskesalahan. · Gurudenganpengetahuanmatematika yang lebihlemahberjuanguntukmembongkardasar-dasarkesalahan. Dalammeresponkepadasiswa, merekalebihcenderungfokuspadaproseduruntukmendapatkanjawaban yang benartanpamenjelaskan pentingkonsepmatematika.
|
Guru berbedasejauhmanamerekamemobilisasisiswasebagaikomunitas
pesertadidikketikakesalahanmuncul di kelas matematika.
|
·
Guru yang percayabahwasiswanya memilki
keterbataskecakapan untuk saling mendukung satu dengan yang lain , dalam hal
ini guru akan cenderungmendorongsiswa
berkolaborasi.
·
guru yang melihattujuandaripembelajarankelashanya
untuk menemukan jawaban yang benar saja maka guru akan fokus pada cara untuk
mendpatkan jawaban yang benar(fokusprosedural ) kurangmenekankan kepada
siswauntukmembahasdasar-dasarkonseptualdariidematematika .
|
Siswasebagai
komunitaspelajar mengambil pengetahuandarirutinitasuntuk
mempromosikandebatproduktif .Selanjutnya , praktekinibergantungpada
kemampuan guru untukmenafsirkankontribusisiswadanmengarahkandiskusi dengan arahan yang produktif.
|
Sumber : (Wendy S. Bray, 2011: 29)
C.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1. Hasil penelitian IMAP menunjukkan bahwa aspek keyakinan guru danpengetahuan guru berkontribusi dalam mengidentifikasi pola respon error-handeling
2. Keyakinan guru paling terkait dengancara bagaimana guru mengatur kelasnya ketika kesalahan siswa muncul,sedangkan pengetahuan guru muncul untuk mendorong kualitas tanggapan guru terhadap kesalahan siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan .
3. Kesalahan umumsiswa dan bagaimana kesalahan ini terkait dengan konsepkunci dalam matematika akan bermanfaat bagi guru untuk pengembangan pengetahuan keprofesionalan dan pedagogis seorang guru.
4. Perlu adanya dukungan bahan ajar berbasis reformasi dan kesempatan bagi para guru untuk lebih memperluas dan memperdalam pegetahuan mereka tentang matematika sekolah , pengetahuan berfikir matematika dan pengetahuan tentang praktek pembelajaran yang menerapkan pembelajaran matematika berbasis-reformasi ( integrasi matematika dan pedagogis).
Daftar Pustaka
Beswick,
Kim. (2012). Teachers' beliefs about school mathematics and mathematicians'
mathematics and their relationship to practice. Educ Stud Math . 79.127–147.
Borko, H., &
Putnam, R. (1996). Learning to teach. In D. C. Berliner & R. C. Calfee
(Eds.), Handbookof educational psychology. 673–708. New York: Macmillan.
Bray.W.S. (2011). A Collective Case Study of the Influence of Teachers’ Beliefs and
Knowledge on Error-Handling Practices During Class Discussion of Mathematics. Journal for Research in Mathematics
Education. 42(1).2-38.
Charalampos
toumasis, ( 1997). The NCTM Standards and the Philosophy of
Mathematics.Studies
in Philosophy and Education . 16.
317–330.
Dina Tirosh,
Ruhama Even and Naomi Robinson. ( 1998). Simplifying Algebraic expressions:
Teacher Awareness and Teaching Approaches. Educational Studies in
Mathematics. 35. 51–64.
Empson, S. B.,
& Junk, D. L. (2004). Teachers’ knowledge of children’s mathematics after
implementing a student-centered curriculum. Journal of Mathematics Teacher
Education. 7. 121–144.
Ernest, Paul.
(1991). The Philosophy of Mathematics
Education. British Library
Cataloguing in Publication Data: RoutledgeFalmer.
Franke, M. L.,
Kazemi, E., & Battey, D. (2007). Mathematics teaching and classroom
practice. In F. K.Lester Jr. (Ed.), Second handbook of research on
mathematics teaching and learning (pp. 225–256).Charlotte, NC: Information
Age.
Hamzah, Ali & Muhlisrarini. (2014). Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Skemp,
R. R. (1978). Relational understanding and instrumental understanding. Arithmetic Teacher. 26(3). 9–15.
No comments:
Post a Comment