Friday, 19 February 2016

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PENDEKATAN PROBLEM POSING (PENGAJUAN MASALAH) PADA SISWA

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PENDEKATAN PROBLEM POSING (PENGAJUAN MASALAH) PADA SISWA


1.      BERPIKIR KREATIF
Berpikir kreatif menurut Krulik dan Rudnick (1999 :halaman???) berada dalam tingkatan tertinggi berpikir secara nalar yang tingkatannya berada di atas mengingat (recall thinking), berpikir dasar (basic thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Menurut Pehnoken (Ali, 2010: 3), kreativitas  tidak  hanya  terjadi  pada  bidang-bidang  tertentu,  seperti  seni,  sastra, atau sains, melainkan juga ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk matematika. Pembahasan  mengenai  kreativitas  dalam  matematika  lebih ditekankan  pada prosesnya,  yakni  proses  berpikir  kreatif.  Oleh  karena itu, kreativitas dalam matematika lebih tepat diistilahkan sebagai  berpikir  kreatif matematis. Pentingnya berpikir kreatif dalam matematika dinyatakan oleh Bishop (Ali, 2010 :3) yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua keterampilan  berpikir  matematis,  yaitu  berpikir  kreatif  yang  sering  diidentikkan dengan intuisi dan kemampuan berpikir analitik yang diidentikkan dengan kemampuan berpikir logis.

2.      MASALAH
Menurut Henderson dan Pingry (Gonzales, 1998 : 448) terdapat dua konsep umum dari masalah. Pertama, masalah dilihat sebagai sebuah pertanyaan yang mengacu pada jawaban. Kedua, masalah tidak hanya dimaksudkan untuk mencari jawaban tapi lebih pada kesesuaian masalah yang diajukan terhadap individunya. Konsep masalah yang kedua inilah yang lebih cocok di dalam pendidikan sekolah. Jadi, masalah yang diajukan pada siswa SMP mungkin bukan merupakan masalah bagi siswa di SMA.
Menurut Cooney, et. al. (Fadjar Shadiq , 2004: 10) bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan tersebut memberikan tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan langkah-langkah atau prosedur rutin yang sudah diketahui. Pendapat Cooney sama dengan pendapat Schoenfeld (Bitman dan Clara: 2), yaitu bahwa definisi masalah selalu relatif bagi setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut. Sedangkan menurut Polya (1973: 5) meskipun masalah itu sederhana, akan tetapi jika dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan untuk berpikir kreatif maka dia bisa disebut sebagai masalah. Begitu juga yang dikemukakan oleh Posamentier and Krulik (1998: 1) tentang pengertian masalah.
A problem is a situation that confronts a person, that requires resolution, and for which the path to the solution is not immediately known.”

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah adalah pertanyaan yang menantang, mampu meningkatkan kreativitas individu, dan dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur yang sudah diketahui.

3.      PENGAJUAN MASALAH (PROBLEM POSING)
Terdapat beberapa pengertian mengenai problem posing. Menurut Ellerton (Ali, 2011: 4) problem posing adalah pembuatan soal oleh siswa yang dapat mereka pikirkan tanpa pembatasan apapun baik terkait isi maupun konteksnya. Menurut Tatag (2004 :75) pengajuan masalah (problem posing) dalam pembelajaran intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Menurut Silver (Ali, 2011 : 4) terdapat beberapa pengertian problem posing, yaitu (1) perumusan ulang soal yang telah diberikan dengan beberapa perubahan agar lebih mudah dipahami siswa, (2) perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka penemuan alternatif penyelesaian, dan (3) pembuatan soal dari suatu situasi yang diberikan. Menurut Brown dan Walter (Yuan, 2009 :26) pengajuan masalah dapat membantu siswa untuk lebih memahami topik yang biasa dijumpai akan tetapi dengan pemahaman yang lebih mendapat. Brown dan Walter juga menyatakan bahwa problem posing dapat memunculkan ide kreasi yang baru berdasarkan pada topik yang diberikan.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah pengajuan pertanyaan oleh siswa, baik perumusan ulang soal, perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan untuk mencari alternative jawaban, dan pembuatan soal dari situasi yang diberikan, yang mampu memunculkan ide kreasi baru siswa terhadap topik yang diberikan.
Silver (Tatag,2004: 75) mengklasifikasikan tiga aktivitas kognitif dalam pembuatan soal, yaitu:
a.       Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yaitu seorang siswa membuat soal dari situasi yang diakan
b.      Pengajuan di dalam solusi (within-solution posing) yaitu seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan
c.       Penegajuan setelah solusi (post solution posing) yaitu seorang memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru.

4.      KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PENDEKATAN PROBLEM POSING
Menurut Tatag (2004 :76) pengajuan  masalah  juga  merupakan  tugas  kegiatan  yang  mengarah  pada  sikap kritis  dan   kreatif.  Sebab  dalam  pengajuan  masalah  siswa  diminta  untuk   membuat pertanyaan  dari  informasi  yang  diberikan.  Selain  itu,  dengan  pengajuan  masalah  siswa  diberi kesempatan aktif secara mental, fisik, dan sosial serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan juga membuat jawaban-jawaban yang divergen.
Beberapa  ahli  telah  mengembangkan  instrumen  untuk  mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis, seperti Balka dan Torrance (Ali, 2010 : 4). Balka  mengembangkan  instrumen  Creative  Ability  Mathematical  Test  (CAMT) dan  Torrance  mengembangkan  instrumen  Torrance  Tests  of  Creative  Thinking (TTCT). Kedua instrumen ini berupa tugas membuat soal matematika berdasarkan informasi  yang  terdapat  pada  soal  terkait  situasi  sehari-hari  yang  diberikan. Jensen  (Ali, 2010 : 4)  mengukur  kemampuan  berpikir  kreatif  matematis  dengan memberikan  tugas  membuat  sejumlah  pertanyaan  atau  pernyataan  berdasarkan informasi  pada  soal-soal  yang  diberikan.  Soal-soal  yang  diberikan  tersebut disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram.
Ketiga cara pengukuran kemampuan berpikir kreatif di atas sering juga disebut sebagai tugas problem posing. Menurut Ali (2010: 4) tes  ini  mengukur  tiga aspek  kemampuan  berpikir  kreatif  matematis,  yaitu  kelancaran,  keluwesan,  dan kebaruan. Aspek  kelancaran  berkaitan  dengan  banyaknya  pertanyaan  relevan. Aspek  keluwesan  berkaitan  dengan  banyaknya  ragam  atau  jenis  pertanyaan. Sedangkan aspek kebaruan berkaitan dengan keunikan atau seberapa jarang suatu jenis pertanyaan.
Contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif berdasarkan pendekatan problem posing adalah ketika di kelas guru mengajukan  masalah  yang  penyelesaiannya  sudah  diketahui  siswa.  Guru  sering mengajukan masalah yang berbeda dengan buku pegangan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Akan tetapi yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, “Apakah  tugas  problem posing  dari guru memang sebuah cara yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa?” Penelitian  yang  dilakukan  Siswono  (Tatag, 2004: 82)  terhadap  siswa  kelas  II   MTs  N Rungkut Surabaya menunjukkan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda (rendah,  sedang  dan  tinggi)  menunjukkan  pola  berpikir  yang  tidak  sama  dalam mengajukan  soal.   Kelompok  tinggi  lebih  cermat  dan  terencana,  sedangkan  kelompok sedang dan rendah kurang atau tidak cermat dan terencana. Tetapi umumnya siswa sudah mempunyai  pengetahuan  bagaimana  mengajukan  soal  sesuai  dengan  permintaan  tugas yang diberikan guru. Siswa cenderung membuat soal dengan pola yang sama agar dapat dipecahkan dan sesuai dengan permintaan tugas. Hasil ini tampaknya tidak menunjukkan pemikiran  kreatif  dalam  membuat  soal.  Hal  tersebut  kemungkinan  karena  dalam informasi  tugas  yang  diberikan  hanya  berupa  teks,  sehingga  tidak  menggerakkan imajinasi  siswa  untuk  berpikir  kreatif.  Imajinasi  merupakan  suatu  kemampuan  untuk membayangkan,  melihat  potensi,  dan  menciptakan  sesuatu  dengan  pikiran.  Agar  mendorong  pemikiran  kreatif  atau  imajinasi  siswa,  maka  informasi  tugas  dapat diberikan  dalam  bentuk  gambar,  karena  gambar  dapat  memiliki  banyak  arti  tergantung pada  persepsi  dan  penafsiran   siapa  yang  melihatnya.  Kemungkinan  lain,  karena permintaan tugas belum mengarah dan mendorong penggunaan pemikiran kreatif siswa. Siswa hanya diminta membuat soal berdasar informasiyang ada dan menyelesaikan soal yang telah dibuat. Dengan demikian siswa hanya dituntut untuk sekedar menyelesaikan tugas. Dalam penelitian perlu perintah membuat soal/masalah sebanyak mungkin dengan variasi penyelesaian yang beragam, dan kompleksitasyang semakin tinggi.
Selain  itu,  karena  di  kelas  siswa  mempunyai  latar  belakang  yang  berbeda-beda dan  pembawaan  yang  berbeda-beda,  maka  tidak  mustahil  mereka  memiliki  tingkat berpikir  kreatif  yang  berbeda  pula.  Untuk  itu  diperlukan  suatu  tingkatan  yang membedakan kemampuan berpikir kreatif mereka. Tingkatan tersebut akan berguna bagi perancangan langkah-langkah pembelajaran untuk mendorong dan meningkatkan berpikir kreatif siswa

PENUTUP
Salah satu cara mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah dengan menggunakan metode problem posing, yaitu pembuatan soal, pertanyaan, atau pernyataan  terkait soal atau situasi matematis tertentu. “Pembuatan sebuah masalah” yang merupakan ciri pengajuan masalah dan sifat “membawa menjadi ada” yang  merupakan  sifat kreativitas memungkinkan untuk memandang bahwa pengajuan masalah merupakan suatu bentuk kreativitas  yang dapat mendorong berpikir kreatif.
Dalam pembelajaran, siswa yang berasal dari lingkungan dan latar belakang yang berbeda akan mempunyai tingkatan berpikir kreatif yang berbeda pula. Sehingga diperlukan pembagian tingkatan yang membedakan  siswa  tersebut. Pembagian  tersebut akan bermanfaat dalam menilai maupun mengukur tingkat berpikir kreatif siswa dalam suatu pembelajaran di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahmudi. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Makalah. Manado: Konferensi Nasional Pendidikan Matematika XV

Ali Mahmudi. (2011). Problem Posing untuk Menilai Hasil Belajar Matematika. Makalah. Yogyakarta : Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

Bitman Simanullang dan Clara Ika S B. Pemecahan Masalah Matematika. Diakses dari http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Pemecahan%20Masalah%20Matematika/BAC/unit9_konsep_dasar_pemecahan_masalah_matematika_coverbelakang.pdf pada tanggal 12 Januari 2013, Jam 20.39 WIB.

Fajar Shadiq. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika. Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar Tanggal 6 s.d. 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika.

Gonzales, Nancy A. (1998). A Blueprint For Problem Posing. Journal of School Science and Mathematics; Dec 1998; 98, 8; ProQuest Research Library pg. 448

Krulik, S & Rudnick. 1999. Innovative Tasks to Improve Critical- and Creative-Thinking Skills. Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12 , pp. 138-145.

Polya, G. (1973). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method, 3rd ed. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Posamentier & Krulik. (1998). Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant Solutions. California: Corwin Press, Inc (A Sage Publications Company).

Tatag Yuli Eko Siswono. (2004). Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah (Problem Posing). Makalah. Denpasar : Konferensi Nasional Matematika XII, Universitas Udayana

Yuan, Xianwei. (2009). An Exploratory Study Of High School Students'  Creativity And Mathematical Problem Posining China And The United States. Disertasi.  Illinois State University


No comments:

Post a Comment